Jumat, 22 November 2024

Tantangan BPR untuk Hadapi FinTech

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
BPR menghadapi tantangan baru dengan kehadiran FinTech yang menggaet segmen nasabah yang sama dengan BPR. Hal itu disampaikan di pertemuan Evaluasi Kinerja BPR/BPRS Triwulan I 2018 di Hotel Senyiur, Prigen, Kamis (2/5/2018). Foto: Denza suarasurabaya.net

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menghadapi tantangan baru dengan kehadiran Financial Technology (FinTech) yang menggaet segmen nasabah yang sama dengan BPR.

Heru Cahyono Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 4 Jawa Timur mengatakan, FinTech memang menyasar segmen menengah ke bawah.

“Segmen yang sama dengan BPR. Tapi BPR tidak perlu khawatir, karena BPR menerapkan Prudential Banking,” ujarnya di acara Evaluasi Kinerja
BPR/BPRS Triwulan I 2018 di Hotel Senyiur, Prigen, Kamis (2/5/2018).

Perbankan, kata Heru, sangat berbeda dengan FinTech karena memiliki budaya mengandalkan prinsip kehati-hatian. Sedangkan FinTech mengandalkan kemudahan dan kecepatan proses pinjam meminjam.

Selain itu, berkaitan risiko kredit macet, di perusahaan FinTech, risiko ini akan ditanggung sendiri oleh lender atau pemberi pinjaman, sedangkan di Bank risiko ini akan ditanggung oleh bank.

“Dana pihak ketiga ada sendiri urusannya, kalau di perbankan,” kata Heru.

Meski demikian, OJK berharap, di masa yang akan datang, bisa terjadi sinergi atau kolaborasi antara BPR dengan FinTech dengan mempertimbangkan keuntungan bagi BPR.

“Mungkin yang bisa dikaji, apakah BPR bisa menggunakan platform yang digunakan oleh FinTech. Atau melalui kerja sama lainnya, misalnya melalui sharing fee dan sebagainya,” katanya.

Heru mengatakan, Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) sudah memiliki konsep kerja sama yang bisa dilakukan antara FinTech dengan BPR.

Anik Lestari Moekti, Dewan Pengawas DPD Perbarindo Jawa Timur membenarkan, Perbarindo akan segera menerapkan konsep kerja sama ini untuk beberapa BPR pilot project di Jakarta.

Pilot project kolaborasi BPR dengan FinTech ini, kata dia, untuk mencari bentuk kerja sama yang tepat. Sekaligus untuk menguji mana saja titik kelemahan kerja sama itu, yang harus diantisipasi.

“Kalau tidak salah tahun ini diterapkan untuk beberapa BPR di Jakarta. Nah dari situ OJK nanti bisa membuat ketentuan-ketentuan yang sesuai, supaya BPR tetap baik,” katanya.

Meski demikian, Lestari menilai, urgensi kerja sama BPR dengan FinTech ini sebenarnya sangat tergantung dengan lokasi BPR itu beroperasi.

“Kalau melihat fitrahnya, BPR itu, kan, seharusnya membiayai nasabah-nasabah di perdesaan. Rasanya nasabah-nasabah kami, enggak tahu, ya, berapa tahun lagi, ya, mereka sudah melek teknologi dan bisa menggunakan FinTech untuk membackup usahanya,” kata dia.

Lestari mengatakan, kebutuhan kolaborasi antara BPR dan FinTech di perdesaan saat ini belum terasa. Dia membenarkan, kebutuhan ini mulai dirasakan perlu untuk BPR yang ada di perkotaan.

“Tapi, semua kemungkinan bisa saja terjadi. Cuman nunggu waktu. Teknologi itu, bagaimanapun, kita tidak bisa membatasi. Jadi sebagai pebisnis kami harus bisa melihat ke depan, semua kemungkinan-kemungkinan itu. Ya, harus diantisipasi dong,” katanya.(den/tna/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs