Harga minyak naik ke tingkat tertinggi dalam tiga pekan pada akhir perdagangan, Rabu (21/3/2018) waktu Indonesia, karena ketegangan di Timur Tengah dan kemungkinan penurunan lebih lanjut produksi Venezuela membantu mengimbangi dampak peningkatan produksi minyak mentah AS.
Patokan global, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei naik 1,37 dolar AS atau 2,07 persen menjadi 67,42 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Brent sempat menyentuh tertinggi 67,88 dolar AS selama sesi, level tertinggi sejak akhir Februari.
Sementara itu, patokan AS, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April naik 1,34 dolar AS atau 2,2 persen menjadi menetap di 63,40 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. WTI diperdagangkan antara 62,08 dolar AS hingga 63,81 dolar AS.
Brent dan WTI keduanya mencatat persentase kenaikan harian terbesar sejak 9 Maret.
Risiko geopolitik adalah top of mind pada Selasa (20/3/2018). Arab Saudi pada Senin (19/3/2018) menjelang pertemuan antara Mohammad bin Salman Putra Mahkota dan Donald Trump Presiden AS, menyebut kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan kekuatan-kekuatan dunia sebuah ‘kesepakatan yang cacat’.
Trump telah mengancam untuk menarik Amerika Serikat dari kesepakatan antara Teheran dan enam kekuatan dunia, meningkatkan prospek sanksi baru yang dapat merugikan industri minyak Iran.
“Ada harapan bahwa Trump dan Pangeran Mohammad akan mengambil garis keras mengenai Iran, dan itu membawa kenaikan harga,” kata Phil Flynn, seorang analis energi senior di Price Futures Group di Chicago seperti dilansir Antara.
Kekhawatiran tentang penurunan produksi di Venezuela, yang produksinya berkurang setengahnya sejak 2005 menjadi di bawah dua juta barel per hari (bph) akibat krisis ekonomi negara itu, juga mendukung pasar minyak.
Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pekan lalu bahwa Venezuela rentan terhadap percepatan penurunan dan bahwa negara Amerika Latin itu dapat memicu penarikan kembali pada persediaan-persediaan minyak.
Namun, peningkatan produksi di Amerika Serikat, Kanada dan Brazil telah membatasi kenaikan harga minyak. Produksi minyak mentah AS telah meningkat lebih dari seperlima sejak pertengahan 2016, menjadi 10,38 juta barel per hari.
Peningkatan produksi tersebut mengancam melemahkan pemotongan produksi yang dilakukan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam upaya untuk mengurangi kelebihan pasokan global.
Selera terhadap minyak mentah AS menambah sakit kepala yang dihadapi OPEC. Diskon yang melebar dari WTI terhadap minyak mentah Brent membuatnya lebih menarik bagi penyuling asing untuk memproses minyak AS. Brent adalah patokan untuk beberapa minyak mentah Timur Tengah dan minyak mentah global lainnya. (ant/ino)