Kenaikan harga daging ayam terjadi secara merata di Indonesia, termasuk wilayah Surabaya. Seperti di Pasar Wonokromo, harga daging ayam tembus mencapai Rp 38.000-40.000 per kilogram, dari harga normal kisaran Rp 32.000-33.000 per kilogram. Tidak sedikit, banyak para pedagang yang mengeluh, karena sepinya para pembeli dan omzet yang mereka dapatkan turun drastis.
Menanggapi hal itu, Yoedi Hendri Kasi Pemasaran Pengolahan Hasil Peternakan Dinas Peternakan Jatim menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga daging ayam menjadi naik. Seperti adanya regulasi terkait pembatasan pakan yang tidak boleh ditambah dengan antibiotik.
Selain itu, lanjut dia, adanya bantuan pangan non tunai dari Kemensos yang juga sedikit berpengaruh pada pasokan yang ada. Serta terjadinya panic buying oleh masyarakat, yang terlalu khawatir persediaan menipis dan melambungkan harga. Padahal, pasokan daging ayam masih ada.
“Ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi harga daging ayam naik, yaitu adanya regulasi yang sedikit mempengaruhi, lalu bantuan dari Kemensos yang juga sedikit banyak bisa memberikan pengaruh dan terjadinya panic buying,” kata Yoedi, Jumat (27/7/2018).
Yoedi mengklaim bahwa stok daging ayam di Jatim sangat cukup dan terpantau aman. Kenaikan harga itu bukan dipengaruhi oleh stok yang menipis atau mulai langka. Dia menjelaskan indikator kelangkaan itu terjadi, apabila barang sudah susah ditemui di lapangan. Namun untuk daging ayam, kata dia, masih bisa ditemukan di berbagai pasar.
“Indikator yang paling gampang, yaitu barangnya ada. Kalau terjadi kelangkaan, maka di lapangan ya tidak ada. Ini kan dagingnya ada. Stok di Jatim masih aman kok. Bahkan kita masih mensupplai dari Jakarta, seperti kebutuhan telur ayam,” jelasnya.(ang/tin/rst)