Kekeringan yang terjadi di 442 desa dari 23 Kabupaten di Jawa Timur dikhawatirkan mengakibatkan gagal panen padi milik petani di sejumlah daerah.
Soekarwo Gubernur Jawa Timur, beberapa waktu lalu memastikan, dari seluruh daerah yang mengalami kekeringan akibat musim kemarau, ada 223 desa yang sudah ditangani.
Pengerjaan sumur air dalam untuk 223 desa yang mengalami kekeringan itu sedang proses dikerjakan, ditargetkan tuntas akhir 2018 ini.
Sedangkan untuk 199 desa di Jatim yang mengalami kekeringan dan tidak ditemukan sumber air, Pemprov mengirimkan air dengan truk tangki untuk ditampung di penampungan air yang akan dibuatkan oleh Pemprov.
Namun, pria yang akrab disapa Pakde Karwo mengakui, akan ada kemungkinan beberapa petani di Jatim mengalami gagal panen karena masih kekurangan air.
“Sebetulnya peta untuk air itu sudah diberitahukan. Tapi karena bersemangat nyedot air bawah tanah, akhirnya kering. Kalau bisa holtikultura, dia (petani,red) enggak sampai gagal panen,” ujarnya di DPRD Jatim, Rabu (15/8/2018).
Menurutnya, tanaman holtikultura terutama kedelai memiliki kemampuan organisme lebih mumpuni bertahan di air yang sangat sedikit dibandingkan dengan padi.
“Kalau padi, harus ditunggoki (diawasi), dibersihkan daunnya. Kalau kedelai enggak,” kata Pakde Karwo.
Soekarwo mengatakan, soal kekeringan di Jawa Timur ini dia akui karena pengelolaan sumber air yang belum maksimal. Menurutnya, sebenarnya ada 50,2 miliar meter kubik air yang mengaliri Jatim.
“Yang bisa ditahan cuma 19,5 miliar meter kubik. Sedangkan kebutuhannya 22 miliar meter kubik. Makanya perlu pembuatan sumur air dalam. Kalau tidak bisa ya bikin penampungan air itu,” ujarnya.
Berkaitan dengan kemungkinan gagal panennya padi di sejumlah daerah di Jawa Timur, Pakde Karwo mengatakan ini tidak akan mengganggu stabilitas pangan di Jatim.
Sebab, menurut dia, stok padi di Jatim hingga Juli 2018 ini masih surplus mencapai 4,97 juta ton dari hasil panen yang mencapai 8,5 juta ton.
“Masih cukup untuk perutnya 45 juta orang di luar Jawa Timur dengan konsumsi 114 kilogram per tahun,” katanya.
Meski demikian, dia mengatakan, stok itu memang turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,1 juta ton.
“Bukan karena kosong, tapi sebagian besar beralih ke jagung. Karena jagungnya juga harus bagus,” ujarnya.(den/dwi)