Senin, 25 November 2024

Eksportir Kopi Indonesia Harus Dipacu Memenuhi Standar Dunia

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Buah kopi.

Hampir semua wilayah Indonesia menghasilkan kopi dengan beragam varitas dan rasa. Lalu mengapa Indonesia masih jauh di belakang Brasil, Colombia dan Vietnam?

Sebagai Dubes RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya yang tinggal di Wellington mengatakan kalau Wellington adalah kota yang mayoritas penduduknya peminum kopi berkualitas tinggi. Mereka bisa dijadikan rujukan.‎

“Penduduk Wellington biasa menghabiskan 3-4 cangkir kopi per hari. Per cangkirnya Rp 40.000 setara dengan segelas anggur. Tidaklah aneh jika jumlah cafe per kapita di kota ini lebih tinggi dari di New York City,” ujar Tantowi dalam pesan singkatnya kepada suarasurabaya.net, Selasa (6/3/2018) pagi.

Kata dia, orang Selandia Baru bisa disebut sebagai penikmat kopi premium yang berasal dari biji kopi terbaik dari banyak negara yang diracik oleh Barista, pengracik kopi bersetifikat. Sekolah barista banyak terdapat di New Zealand (NZ) karena peminatnya yang terus meningkat. Barista adalah salah satu profesi yang pendapatannya tinggi, antara 30-40 juta/bulan.

“Tingginya selera orang Selandia Baru, membuat warung kopi asal Amerika seperti Starbuck dan Coffeebeans sulit survive alias banyak yang gulung tikar. Sebaliknya warung-warung kopi kecil dengan kopi yang maknyus menjamur dimana-mana,” jelas Tantowi.

Dimana kopi Indonesia? Menurut Tantowi, Indonesia masih jauh tertinggal dibelakang Brasil, Colombia, Vietnam dan negara-negara di Amerika tengah seperti Nikaragua, Guatemala dan Honduras. Kopi dari negara-negara ini unggul baik sebagai pencampur maupun sebagai single origin. Kopi yang digemari adalah gabungan dari berbagai biji kopi dari berbagai belahan dunia yang dicampur menjadi satu. Persis seperti cerutu terbaik yang terbuat dari berbagai daun tembakau dari berbagai belahan dunia. Masing-masing menyumbang cita rasa.

Tantowi menjelaskan, berbagai biji kopi tersebut dicampur dan diracik oleh seorang Roaster dalam rangka menciptakan flavour tertentu. Cita rasa kopi Indonesia khususnya Mandailing dan Jawa Barat disukai dan mulai mendapatkan tempat sebagai pencampur karena keharumannya.

“Mengapa kopi kita tertinggal? Penyebab utamanya cara kita menikmati kopi yang berbeda dari masyarakat dunia,” tegas dia.

Kata Tantowi, inilah yang berdampak pada proses pengadaan kopi. Pada tataran dibawah, masyarakat Indonesia penikmat kopi hitam dengan gula yang banyak dan kopi 3 in 1 yang murah meriah. Di tataran atas, yang digandrungi adalah kopi yang bercampur dengan susu dan berbagai sirup. Hanya sedikit penikmat kopi-kopi murni seperti ekspreso, machiato, Americano dan lainnya yang isinya kopi murni.

“Tradisi ini membuat proses terhidangnya kopi dari mulai panen, pengeringan, roasting sampai dengan pembuatannya tidak memenuhi standar internasional. Tidak ada yang salah dengan cara kita menikmati kopi karena sudah turun temurun dan nikmat rasanya,” jelasnya.

Tapi jika Indonesia ingin masuk pasar dunia, kata Tantowi, proses dari hulu ke hilir harus dirubah. Kopi yang dipetik muda/hijau akan menghadirkan rasa asam yang kuat. Biji Kopi yang dikeringkan tidak dengan proses dan panas tertentu (di Sumatera dulu biji kopi dihampar di tengah jalan untuk dilindas mobil) akan menghasilkan biji kopi yang tidak terima oleh pasar.

“Itu dua dari banyak contoh dari tradisi kopi kita yang harus diubah. Sekali lagi kita perlu melakukan perubahan jika ingin masuk pasar dunia seperti kopi Vietnam,” tegasnya.

Untuk masuk pasar dunia, menurut Tantowi, biji kopi dari satu negara harus memenuhi berbagai persyaratan yang tidak mudah. Bukan sekadar soal kecocokan harga.

Pembeli yang notabene berasal dari negara-negara maju yang peduli terhadap lingkungan hidup, harus yakin biji kopi berasal dari perkebunan yang tidak merusak lingkungan dan ditanam serta dipetik oleh petani yang kesejahteraannya dijamin oleh perusahaan atau perkebunan.

“Alhamdulillah ada beberapa perusahaan/ perkebunan kita yang berhasil memenuhi persyaratan tersebut sepertiJavanero dengan kopi Jawa Barat serta PT. Sari Makmur Medan yang berjaya mengekspor 20-30 kontainer biji kopi per bulan ke Starbuck Amerika,” kata dia.

“Gubernur Sumsel yaitu Alex Noerdin menghimbau melalui surat edaran agar kopi dapat jadi primadona ekspor Sumsel sekaligus menjadi flag carrier provinsi. Inisiatif yang sangat bagus yang harus dibarengi dengan semangat perubahan,” kata Tantowi.

Tantowi menegaskan, kopi-kopi dari Sumatra bagian Selatan seperti kopi Pasemah, kopi Lampung, kopi Bengkulu mempunyai cita rasa khas dan berpotensi mendapat tempat di lidah penikmat kopi dunia seperti halnya Kopi Mandailing dari Sumut. Begitu juga kopi Papua, Kopi Bali, Kopi Gayo Aceh dan lainnya.(faz/iss/rst)

Bagikan
Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
31o
Kurs