bagi konstituennya di Probolinggo, Jawa Timur. Legislator Partai Golkar itu menegaskan, pertembakauan telah menghidupi banyak warga karena mata rantainya bukan sekadar antara petani dan pedagang, tapi juga menyediakan lapangan kerja di bidang perajangan dan penjemuran.
Dalam masa reses DPR ini, Misbakhun memanfaatkannya untuk menemui para petani, tukang rajang, penjemur hingga pedagang tembakau di Desa Gondo Sulih, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo.
“Saya merunut tembakau dari petaninya di sawah, berlanjut ke perajangan daunnya, usaha penjemuran, hingga pedagang di pasar,” ujar Misbakhun, Sabtu (11/8/2018).
Dalam serap aspirasi itu, Misbakhun bertemu dengan kelompok tani Sumber Karang, Kamis (9/8/2018). Mantan pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Keuangan itu menemui seorang petani sewa bernama Samidjan yang menggarap tiga petak sawah. Masing-masing petak sewaan Samidjan seluas 2.000 meter persegi.
Sudah 38 tahun ini Samidjan menggantungkan hidup pada bertani tembakau. Bapak dua anak dan tiga cucu itu hidup layak dari lahan garapannya.
“Harga panennya terjaga, tidak terjebak tengkulak, memperoleh akses bibit tembakau yang unggul dan pupuk tersedia di pasar. Jadi hijaunya daun tembakau yang subur dan terawat mempunyai dampak ekonomi yang mengangkat harkat hidup Pak Samidjan dan keluarganya,” kata dia.
Misbakhun kemudian menemui Inthon, seorang buruh tani tembakau. Inthon tinggal bersama istrinya di rumah yang sangat sederhana.
Atap rumah genteng tanpa plafon. Dinding rumahnya tembok batu bata yang sebagian sudah terkelupas.
Tapi, Inthon baru saja selesai menyekolahkan putra pertamanya, Alwan Fathony yang lulus perguruan tinggi swasta di Kota Probolinggo. Alwan belum lama ini diwisuda sebagai sarjana Sastra Inggris.
Sedangkan anak kedua Inthon saat ini masih menimba ilmu di pesantren.
“Saya doakan masa panen kali ini baik, dijauhkan dari hama dan harganya terjaga,” ujar Misbakhun.
Politikus yang namanya melambung saat mengungkap kasus skandal bailout Bank Century itu juga menemui para tukang rajang daun tembakau. Profesi itu membutuhkan keterampilan tersendiri karena tukang rajangnya menggunakan pisau besar tanpa gagang dan mendorong gepok demi gepok daun tembakau untuk dirajang dalam ukuran sama.
Tembakau yang dipanen biasanya diinapkan selama 3 hari 2 malam sebelum dirajang dengan pisau khusus. Rajangan daun tembakau itu lantas dijemur di atas lembaran anyaman bambu yang disebut bidig.
“Ongkos buruh yang mengatur lembaran tembakau rajangan bisa Rp 1.000 per bidig. Jadi tembakau bukan sekadar dari petani langsung pedagang, tapi ada proses perajangan dan penjemuran,” jelasnya.
Selanjutnya, wakil rakyat asal Pasuruan itu mengunjungi Desa Gondo Sulih untuk menemui Samsudin (36) yang berprofesi sebagai pedagang tembakau rajangan. Dalam seminggu sekali, bapak dua anak itu menjual tembakau rajangan ke gudang pabrik rokok di daerah Paiton, Kabupaten Probolinggo.
Paling tidak, seminggu sekali pula Samsudin menyetor 10 ton tembakau rajangan ke gudang pabrik rokok. Harga 10 ton tembakau itu tak kurang dari Rp 30 juta, bahkan terkadang bisa mencapai Rp 36 juta.
Tapi Samsudin mengeluhkan pengambilan sampel oleh pihak gudang pabrik rokok yang mencapai 1 hingga 1,5 kilogram untuk setiap bal tembakau. Praktis, berat per bal tembakau pun susut.
Sayangnya, berkurangnya bobot itu menjadi tanggungan Samsudin.
“Keluhannya karena harga dua kilogram tembakau bisa mencapai Rp 60 ribu hingga Rp 75 ribu,” tegasnya.
Meski demikian Samsudin bisa sejahtera. Apalagi saat tidak sedang musim tembakau, Samsudin berdagang beras dan jagung.
Samsudin pun mampu mengirim anak-anaknya menimba ilmu di pondok pesantren modern yang bagus. Kini Samsudin sedang berikhtiar agar bisa melaksanakan ibadah haji.
“Rupiah demi rupiah dikumpulkan oleh para petani, buruh tani, buruh rajangan dan buruh penjemuran tembakau rajangan. Tembakau adalah bagian kehidupan dan sumber kehidupan mereka,” pungkasnya. (faz/bas/tok)