Kementerian Keuangan telah membentuk Tim Reformasi Pajak dan resmi diluncurkan pada akhir Desember 2016. Tim ini meliputi jajaran pengarah, penasehat, pengawas, akademisi, hingga kalangan dunia usaha. Landasan hukum pembentukan tim adalah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) RI Nomor 885/KMK.03/2016 tentang tim pembentukan reformasi.
Menurut Mukhamad Misbkhun anggota Komisi XI DPR RI, Tim Reformasi ini berbicaranya harus dalam konteks kuat bahwa kepentingan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini yang utama.
Reformasi perpajakan ini, kata dia, juga harus dilihat bahwa desain keinginan Jokowi presiden untuk menjadikan Badan Penerimaan Pajak ini sangat serius. Nantinya akan dibahas dalam Rancangan Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP), dan akan mulai bekerja di tahun 2018.
“Ingat, ini adalah keinginan Presiden, bukan siapa-siapa. Tidak boleh struktur di bawah Presiden berbicara di luar keinginan Presiden,” kata Misbakhun di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Rabu (18/1/2017).
Sebelumnya, Anggito Abimanyu pengamat ekonomi juga meminta pemerintahan Jokowi-JK untuk segera membentuk Badan Penerimaan Negara secara mandiri. Saat ini, penerimaan negara masih berada di Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kementerian Keuangan.
Menurut Anggito, dengan adanya Badan Penerimaan Negara maka pengaturan organisasi dan penambahan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas untuk perpajakan bisa dilakukan.
“Sehingga kita bisa memiliki badan penerimaan pajak yang lebih baik,” ujar Anggito.
Pembentukan Badan Penerimaan Negara merupakan satu diantara bentuk reformasi kebijakan fiskal Tanah Air. Pada 2010 lalu, refomasi kebijakan fiskal melambat karena disiplin fiskal Indonesia yang sudah lepas kendali dan melonjaknya defisit keseimbangan primer.
“Lari dari prinsip fiskal yang baik. Pemerintah rela mengurangi subsidi BBM dan reformasi belanja. Pemerintah lakukan reformasi perpajakan. Kebijakan fiskal migas juga,” kata dia.(faz/dwi)