Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan akhirnya menetapkan revisi payung hukum taksi daring dalam Peraturan Menteri 26 tahun 2017 atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
“Dengan penetapan peraturan baru yang berisi 11 revisi PM 32/2016 yang terkait dengan angkutan sewa khusus yang sebelumnya disebut sebagai taksi daring menjadi angkutan umum resmi yang beroperasi di wilayah Indonesia,” kata Budi Karya Sumadi Menteri Perhubungan, seperti dilansir Antara, Sabtu (1/4/2017).
Budi menjelaskan materi PM 26 tahun 2017 tersebut, di antaranya memuat 11 poin revisi yang telah dibahas dan disepakati bersama antara para pemangku kepentingan, seperti para akademisi, pengamat transportasi, asosiasi terkait dan pelaku usaha jasa transportasi, baik yang reguler maupun yang berbasis aplikasi daring.
“Hasilnya selain sudah sudah dilakukan uji publik juga telah disosialisasikan ke berbagai kota dan dipublikasikan melalui media massa,” katanya.
Budi mengatakan Permenhub 26/2017 tersebut berlaku sejak ditetapkan atau 1 April 2017 namun ada beberapa substansi materi yang memerlukan masa transisi dalam penerapannya.
Dari 11 poin revisi aturan tersebut, empat poin di antaranya, yaitu penetapan angkutan online sebagai angkutan sewa khusus, persyaratan kapasitas silinder mesin kendaraan minimal 1.000 CC, persyaratan keharusan memiliki tempat penyimpanan kendaraan, dan kepemilikan atau kerja sama dengan bengkel yang merawat kendaraan, diberlakukan secara langsung pada 1 April 2017.
Sementara untuk pengujian berkala (KIR) kendaraan, stiker dan penyediaan akses Digital Dashboard, masa transisi diberikan waktu dua bulan setelah 1 April 2017 atau 1 Juni 2017.
Budi menuturkan hal itu berdasarkan pertimbangan bahwa penyediaan akses Digital Dashboard memerlukan proses sinkronisasi TI (Teknologi Informasi) antara Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Perhubungan.
Dia menambahkan masa transisi diberikan pula agar dapat mempersiapkan stiker yang berkualitas dengan menggunakan teknologi RFID (Radio-Frequency Identification), sehingga secara validasi data dapat dipertanggungjawabkan.
“Untuk substansi materi KIR, masa transisi diberikan untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan dalam melaksanakan uji KIR dan bekerjasama dengan pihak swasta/Agen Pemegang Merk (APM) yg menyelenggarakan uji KIR,” katanya.
Sedangkan, lanjut dia, untuk pemberlakuan poin penetapan tarif batas atas dan batas bawah, kuota, pengenaan pajak, dan penggunaan nama pada STNK, masa transisi diberikan selama tiga bulan untuk pemberlakuannya.
“Khusus untuk poin penetapan tarif batas atas dan tarif batas bawah dan poin kuota yang semula diwacanakan ditetapkan oleh pemerintah daerah propinsi, dalam PM 26/2017 ini ditetapkan oleh pemerintah pusat berdasarkan usulan daerah berdasarkan atas hasil kajian dan analisis,” katanya.
Hal itu, lanjut dia, untuk memberi kesetaraan dalam besaran tarif yang berlaku pada daerah-daerah yang kondisi perekonomiannya hampir sama.
Dalam hal ini, Budi mengatakan, pemerintah pusat diminta untuk memberikan tata acara, unsur komponen dan rumusan yang baku dalam perhitungan tarif angkutan sewa khusus tersebut.
“Yang lain, yaitu materi terkait pajak dan STNK, akan menjadi kewenangan Kementerian Keuangan dan Kepolisian, oleh karenanya secara teknis memerlukan waktu untuk penyesuaian,” katanya.
Dia berharap penetapan regulasi tersebut menjadi momentum bagi semua penyelenggara transportasi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.(ant/iss/fik)