Pemerintah menyiapkan beberapa pilihan untuk mengantisipasi harga gas untuk industri yang belum menunjukkan adanya penurunan seperti yang diharapkan, kata Haris Munandar Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
“Industri masih berharap bisa enam dollar AS per Million British Thermal Units (BTU). Tapi kami bahas untuk beberapa opsi,” ujarnya dalam Seminar Nasional bertajuk Ketahanan Energi untuk Mendukung Pertumbuhan Industri Nasional di Jakarta, Rabu (13/12/2017) seperti dilansir Antara.
Haris menyampaikan, beberapa opsi yang tengah dikaji antara lain impor gas dari negara lain, mengurangi profit hingga pengurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga harga gas untuk industri bisa terjangkau.
Kendati demikian, ia belum dapat memastikan terkait harga gas impor bisa lebih murah ketimbang harga gas di dalam negeri.
“Ya, belum tahu karena kan ada sarana yang perlu dibangun juga, makanya kita perlu kaji,” ujarnya.
Ia menyampaikan hingga 2016 konsumsi energi untuk sektor industri mencapai 30,88 persen, di mana 70 persen di antaranya dikonsumsi oleh industri yang padat energi, yaitu industri pupuk dan petrokimia, industri pulp dan kertas, industri tekstil dan produk tekstil, industri semen, industri baja, industri keramik, industri kelapa sawit dan industri makanan dan minuman.
“Oleh karena itu, untuk mendukung pertumbuhan industri nasional diperlukan ketahanan energi nasional. Apalagi, target pertumbuhan industri tahun depan adalah 5,67 persen, pasti kebutuhan energinya akan lebih banyak,” ujar Haris.
Ia menilai, diproyeksikan kebutuhan energi sektor industri hingga tahun 2035 akan terus meningkat.
Dari ke empat jenis energi yang dibutuhkan, ditambahkannya, yaitu bahan bakar minyak (BBM), listrik, gas dan batubara, kebutuhan gas untuk industri merupakan kebutuhan yang paling besar, sedangkan untuk kawasan industri prioritas dan proyek strategis nasional, energi terbesar yang dibutuhkan adalah energi listrik. (ant/dwi/ipg)