Sabtu, 23 November 2024

Misbakhun Ingatkan Sri Mulyani Kelola Utang Dengan Hati-Hati dan Produktif

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Mukhamad Misbakhun anggota Komisi XI DPR RI, mengatakan belum adanya strategi pengelolaan utang pemerintahan yang jelas oleh Kementerian Keuangan RI. Sri Mulyani Menteri Keuangan (Menkeu) diharap bisa mengubahnya sehingga strateginya jelas.

“Saya belum melihat strategi pengelolaan utang. Menurut saya ini bukan strategi utang tapi strategi mengelola APBN,” tegas Misbakhun di Gedung Parlemen Senayan usai melakukan rapat kerja dengan Menkeu terkait evaluasi pengelolaan utang negara, Senin (4/9/2017).

Dia sebenarnya ingin Sri Mulyani lebih detil lagi menjelaskan soal strategi ke depan itu seperti apa.

Dalam rapat itu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa utang pemerintah Rp 3.706,52 triliun pada akhir Juni 2017, atau meningkat Rp 34,9 triliun dari bulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam APBN Perubahan 2017 sebesar Rp3.717 triliun, rasio utang pemerintah hingga Juni 2017 sebesar 27,02% dari PDB.

Hingga akhir tahun ini pemerintah menargetkan rasio utang pemerintah pusat sebesar 28,1% terhadap PDB. Sementara itu, batas aman utang pemerintah yang diperbolehkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sebesar 60% dari PDB.

Misbakhun berpendapat bahwa tidak bisa membandingkan utang negara Indonesia dengan Jepang atau negara maju lain. Masih ada risiko yang sangat besar meskipun porsi SUN (Surat Utang Negara) dimiliki oleh 62% investor dalam negeri. Pasalnya, pembandingan hutang yang digunakan oleh Menkeu hanya dengan negara-negara G20.

“Kenapa parameternya hanya PDB semata?. Aset negara, cadangan devisa dengan negara-negara tersebut padahal sangat berbeda. Jepang dan Amerika tidak berbicara lagi mengenai PDB, tapi Gross National Product (GNP). Barulah kita berbicara mengenai quality pembangunan ekonomi kita. Jadi pembandingannya tidak sesuai,” kata Misbakhun.

Dia juga menekankan, meskipun Indonesia sudah memiliki investment grade dari pihak pemeringkat internasional, bukan berarti membuat ekonomi dan utang negara menjadi baik.

Mengenai investment grade, kata dia, meskipun mau memberikan yield yang tinggi, Indonesia masih dipandang oleh para pemegang dalam posisi tawar yang lebih lemah.

“Kreativitas ini yang ingin kita butuhkan. Pemegang surat utang Indonesia adalah orang Indonesia tapi kita ada problem tentang likuiditas. Kita tidak ada uang untuk membayar mereka,” ujar Misbakhun.

Dia mewanti-wanti agar Menkeu, di sisa masa pemerintahan, lebih hati-hati dan produktif dalam mengelola utang negara.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs