Happy Gunawarman Ketua DPD Real Estate Indonesia Jatim mengakui, ada kecenderungan bisnis properti di Jawa Timur semakin melemah.
Dia mengatakan, hal itu sudah terasa sejak 2016 lalu. Terutama karena dampak krisis ekonomi global.
Kondisi ekonomi nasional, ekonomi makro, serta situasi politik di Indonesia, juga berdampak pada bisnis properti di Jawa Timur.
Salah satu faktornya, menurut Happy, hasil Tax Amnesty yang tadinya diprediksi mendongkrak penjualan properti, ternyata tidak terjadi.
“Tapi masih ada harapan. Terutama untuk menengah ke bawah. Apartemen dan rumah ukuran menengah masih jalan,” ujarnya kepada suarasurabaya.net.
Happy memperkirakan, pada 2017 ini pelemahan properti, di segmen menengah atas, mencapai 50 persen lebih. Sedangkan properti untuk segmen menengah, turun 30 persen.
“Kami (REI) di 2016 lalu ada penjualan 2.000 rumah. Kalau sekarang, misalnya target kelas menengah atas 100 unit, 50 unit aja belum nyampe. Menengah ke bawah lebih mendingan, dari 100 unit 60 sampai 70 unit bisa laku,” katanya.
Justru, penjualan rumah yang tidak terpengaruh adalah rumah sederhana tapak (RST) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Kalau untuk RST ini bergantung kuota bank pemberi KPR-nya, ya. Jadi memang tidak begitu terasa (pelemahannya),” ujar Happy.
Pengembang properti, terutama kawasan hunian di Jawa Timur merasakan pelemahan bisnis properti ini sangat menantang.
Para pengembang di REI, kata Happy, mau tidak mau harus menerapkan berbagai strategi untuk meningkatkan penjualan produknya.
“Ya, kami kasih gimmick-gimmick. Supaya promosi menarik, kami kasih hadiah kecil-kecilan. Kami berikan cicilan jangka panjang, diskon angsuran. Juga lebih sering mengikuti expo,” katanya.
Belum lagi, para pengembang saat ini mulai mendengar desas-desus datangnya investor properti dari perusahaan asing yang hendak menggarap sektor hunian.
“Kabar begitu. Tapi kami belum merasakan. Karena semua pengembang ini, terutama di Jatim, sudah saling terkoneksi di REI. Ada Pakuwon, Ciputra, Gunawangsa, semua sudah saling tahu. Saat ini belum ada (investor asing),” katanya.
Happy, mengimbau agar para pengembang, terutama di Jawa Timur, menanggapi desas-desus itu dengan kepala dingin dan pemikiran positif.
Kalau memang benar terjadi, kata Happy, pengembang lokal sebisa mungkin harus bekerja sama dengan mereka.
“Kita harus ambil manfaatnya. Jangan takut. Sebisa mungkin terjalin kerja sama. Termasuk perlu diajak memikirkan bagaimana menumbuhkembangkan daerah,” katanya.(den/ipg)