Konsultan Properti Internasional Jones Lang LaSalle (JLL) mengatakan, banyak perusahaan manufaktur global yang mengalihkan produksinya ke negara-negara ASEAN seperti Indonesia, daripada ke negara lain seperti China, karena beban biaya lebih rendah.
“Pilihan utama dalam berinvestasi di-real estate industrial adalah Indonesia dan Vietnam,” kata Regina Lim Head of Capital Markets Research JLL Southeast Asia, dilansir Antara, Kamis (20/4/2017).
Menurutnya, negara-negara di Asia Tenggara menarik hati banyak perusahaan global dibandingkan China. Antara lain karena pertimbangan beban biaya yang lebih rendah.
Selain itu, lanjut Regina, alasan lain adalah tingkat konsumsi domestik yang terus tumbuh, serta kinerja infrastruktur yang terus membaik. Sehingga bakal ada tren investasi properti industri di ASEAN.
“Sektor manufaktur Indonesia diperkirakan tumbuh 6-7 persen per tahun hingga 2021, naik 5 persen pada 2016 akibat mata uang yang stabil dan perubahan dalam kebijakan perekonomiannya,” jelasnya.
Sementara keunggulan Vietnam, kata dia, karena tenaga kerja yang muda dan ahli relatif berbeban biaya rendah ditambah iklim politik di negara itu yang stabil.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto Menteri Perindustrian menawarkan kerja sama investasi di bidang industri manufaktur kepada sejumlah pengusaha asal Afghanistan saat Dialog Bisnis Indonesia-Afghanistan.
“Sektor industri manufaktur dan jasa menjadi kunci dalam pertumbuhan Indonesia yang berkontribusi lebih dari 30 persen dari total GDP pada 2016,” kata Airlangga.
Menurut Menperin, kerja sama industri manufaktur non-migas yang berpotensi ditingkatkan antara lain makanan-minuman, bahan kimia, dan farmasi. Indonesia, kata Menperin, termasuk satu di antara sepuluh negara industri manufaktur terbaik di dunia.(ant/den/rst)