Jumat, 22 November 2024

Aprindo Jatim Khawatirkan Gelombang PHK dari Usaha Minimarket

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi

Donny Kurniawan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jatim mengaku khawatir dengan penerapan aturan jam toko swalayan di Surabaya, sesuai Perda 8/2014 tentang Penataan Toko Swalayan di Surabaya.

“Baru tadi pagi, saya itu ke minimarket, saya tanya pegawainya, “Mas, nanti per Maret sudah tidak buka 24 jam ya? Dia dengan ekspresi kaget bilang, “lho iya ta Pak?” Nah. Mereka aja belum tahu soal ini,” katanya.

Donny, pemilik akun facebook Donny Jiang, yang sempat berkomentar di facebook e100 Suara Surabaya mengaku khawatir akan terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan ritel. Khususnya minimarket berjejaring.

“Karena dengan adanya penerapan ini, otomatis shift-nya akan berkurang. Pengurangan shift ini kan otomatis ada pegawai yang tidak lagi dipekerjakan,” ujarnya.

Donny berharap, Dinas Perdagangan Kota Surabaya dan Dinas Perdangan Provinsi Jatim mempertimbangkan penerapan perda tersebut. Dia juga mengatakan, DPRD Surabaya sebagai inisiator Perda ini, juga harus mendengarkan suara masyarakat.

“Di e100 kan banyak yang berkomentar, kalau tidak boleh lagi buka 24 jam, di mana mereka harus membeli kebutuhan mendadak di malam hari, seperti misalnya susu untuk anak mereka, atau pampers, atau kebutuhan rumah tangga lainnya,” ujarnya.

Pihaknya (Aprindo Jatim) sedang menunggu keputusan dari Abraham Ibnu Koordinator Aprindo Wilayah Indonesia Timur. Rencananya, Jumat (10/2/2017) besok, Aprindo akan mengirimkan surat permohonan revisi Perda tersebut.

Namun, bagaimanapun juga, Donny menghormati Perda Kota Surabaya sebagai produk hukum Pemerintah Kota Surabaya. Bagaimanapun juga, bila telah berbentuk Perda, asosiasi itu akan tetap mendukung penerapannya.

Berikut ini kami lampirkan komentar Donny Kurniawan, yang juga sebagai Owner Toko Swalayan Bilka, di facebook e100, kemarin, Senin (6/2/2017).

“Kami hanya bisa berharap dari Pemkot dan Disperindag untuk bisa merevisi dan memberi (kesempatan) pelaku Ritel untuk berbenah contohnya: melengkapi ijin. Saya rasa tujuan dan caranya hanya sedikit kurang tepat.

Komentar di e100 di bawah ini sudah banyak sekali, berharap teman-teman Disperindag dan Pihak terkait bisa merasakan betapa merugikannya jika Perda ini di enforce tanpa melihat dan menimbang:

1. Angka pengangguran akan meningkat karena pasti banyak PHK di karenakan jam kerja berkurang. Dalam lesunya ekonomi, stimulus harus diberikan bukan malah di kekang.

2. Pendapatan Pajak kota dan daerah juga berkurang karena semakin lemah ekonomi dampak retail operation yang di limit jam bukanya. Otomatis pendapatan Pajak berkurang.

3. Kebutuhan masyarakat akan barang-barang urgent seperti kebutuhan primer pokok yang belum tentu di setiap sudut, corner kota/ kampung/ RT RW tersedia toko kelontong yang buka 24jam dan menyediakan barang2 tersebut.

4. Bakal banyak menjamur toko-toko UKM / Kelontong yang tidak ber-ijin. Nantinya akan semakin sulit untuk men-tertibkan mereka. Apalagi jika nanti mereka menjual Mihol. Yang dimana sudah kami sepakati Perda tentang penjualan Mihol.

Semoga semua pelaku ritel di dudukan dan di mediasi dengan Disperindag Provinsi untuk mencapai mufakat.” tulisnya. (den/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs