Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Senin (17/10/2016) sore bergerak melemah sebesar 46 poin menjadi Rp13.079, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.033 per dolar AS.
Rully Nova Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia mengatakan, faktor eksternal mengenai potensi The Fed menaikkan suku bunga acuannya pada tahun ini masih menjadi salah satu faktor yang membayangi pergerakan nilai tukar rupiah.
“Potensi The Fed menaikan suku bunga acuannya sebelum akhir tahun ini menghambat laju mata uang domestik,” katanya.
Dia juga mengatakan, bahwa harga minyak mentah dunia yang mengalami koreksi turut memberi sentimen negatif bagi mata uang komoditas seperti rupiah.
Dilansir Antara, terpantau harga minyak jenis WTI Crude turun sebesar 0,30 persen menjadi 50,20 dolar AS per barel, dan Brent Crude bergerak melemah 0,10 persen ke posisi 51,90 dolar AS per barel, pada Senin sore ini.
Meskipun begitu, kata Rully, data ekonomi domestik yang dirilis yakni neraca perdagangan Indonesia yang mengalami surplus menahan tekanan rupiah lebih dalam. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan neraca perdagangan September 2016 surplus 1,22 miliar dolar AS, yang tertinggi dalam 13 bulan terakhir.
Ariston Tjendra Kepala riset Monex Investindo Futures mengatakan, bahwa faktor pendukung bagi dolar AS juga muncul dari penguatan nilai obligasi Amerika Serikat tenor 30 tahun.
Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga cenderung masih mengakumulasi dolar AS di tengah penantian perkembangan perekonomian dan final debat calon presiden AS 2016.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.054 dibandingkan Jumat (14/10/2016) Rp13.047. (ant/tit/iss)