Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Selasa (18/10/2016) pagi bergerak menguat sebesar 49 poin menjadi Rp13.022, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.071 per dolar AS.
Rangga Cipta Ekonom Samuel Sekuritas mengatakan, data neraca perdagangan Indonesia pada September mengalami surplus 1,22 miliar dolar AS yang didukung oleh ekspor komoditas, kondisi itu membuka ruang penguatan bagi rupiah.
“Surplus perdagangan yang tinggi menandakan likuiditas dolar AS yang membaik walaupun perlu diwaspadai penurunan impor bisa menjadi indikasi perlambatan PDB di kuartal ketiga,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (17/10/2016) mencatat kinerja ekspor Indonesia pada September 2016 sebesar 12,51 miliar dolar AS, menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara, nilai impor sebesar 11,30 miliar dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 8,78 persen dari nilai pemasukan barang dari luar negeri pada bulan sebelumnya.
Selanjutnya, Rangga juga mengatakan, fokus pasar akan beralih ke hasil kebijakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada pekan depan, terutama mengenai suku bunga acuan (BI 7-Day Repo Rate).
Selain itu, dia mengatakan, fokus pasar juga akan tertuju ke data inflasi Amerika Serikat periode September 2016 yang sedianya akan dirilis dalam waktu dekat, data itu bisa menjadi salah satu titik konfirmasi untuk memperkirakan peluang kenaikan suku bunga acuan The Fed.
Rully Nova pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia menambahkan bahwa sentimen The Fed masih menjadi salah satu faktor yang menahan apresiasi nilai tukar rupiah.
“Potensi The Fed menaikan suku bunga acuannya sebelum akhir tahun ini dapat menghambat rupiah lebih tinggi,” katanya seperti dilansir Antara. (ant/tit/dwi)