Himpunan Masyarakat Petani Garam Jawa Timur tolak pemberlakkan peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang ketentuan impor garam. Peraturan Menteri yang ditandatangani pada 29 Desember 2015 ini, diyakini akan membuat garam rakyat semakin tidak laku.
“Dalam peraturan baru ini, tidak ada kewajiban bagi importir untuk melakukan penyerapan terhadap garam rakyat minimal 50 persen dari total kapasitas produsi,” kata Mohammad Hasan, Ketua HMPG Jawa Timur ketika memberikan keterangan pers, di kantor Dinas Perikanan dan Kelautan, Jumat (29/1/2016).
Artinya, impor garam akan segera membanjiri pasaran Indonesia yang ujung-ujungnya akan menyengsarakan para petani garam.
Padahal dari data yang ada, total produksi garam nasional pada tahun 2015 mencapai 3,2 juta ton sehingga sudah mampu memenuhi kebutuhan garam untuk konsumsi nasional yang hanya 1,6 juta ton.
Sementara untuk garam industri, total yang bisa disubangkan petani memang baru 1,1 juta ton dengan kebutuhan industri mencapai 2,2 juta ton.
“Harusnya kalau impor ya harus tegas hanya untuk memenuhi kekurangan garam produksi,” ujar Hasan.
Selain itu, dalam peraturan menteri tersebut ternyata juga tidak dijelaskan tentang ketentuan masa impor. Padahal impor harusnya bisa dilakukan tidak waktu musim panen garam.
Kualitas garam yang diimpor juga tidak disebutkan dalam peraturan tersebut. “Artinya bisa saja importir juga mendatangkan garam konsumsi,” kata dia.
Padahal, saat ini kondisi garam rakyat menumpuk di gudang-gudang. Bahkan dari data yang ada, total produksi garam rakyat saat ini baru terserap tak sampai 30 persen. (fik/ipg)