Joko Widodo Presiden mengapresiasi sambutan Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) pada Jambore HIPMI Perguruan Tinggi Se-ASEAN di Telkom University Convention Hall, Bandung, Senin (23/5/2016).
“Semangatnya luar biasa dan saya senang bisa hadir di tengah anak-anak muda dan para pengusaha muda, karena dulu saya pernah menjadi anggota HIPMI,” kata presiden.
Presiden juga menggambarkan semangat seorang pengusaha muda. “Semangatnya kenceng banget, kadang remya blong,” kata presiden.
Bahkan presiden mengakui bahwa dirinya saat menjadi pengusaha sempat gagal. “Dan itu saya mengalami rem blong tiga kali,” akunya
Setelah gagal tiga kali, barulah usaha yang dirintisnya saat itu menuai hasil. “Jika ingin menjadi pengusaha, jangan terlalu banyak mikir, terjuni dulu dan jalani,” pesan presiden.
“Setelah menjadi pengusaha dan menemui masalah, selesaikan. Jika masalah itu justru menjadi batu sandungan dan menjadikan kegagalan, jangan pernah putus asa. “Kalau jatuh, bangkit lagi, harus seperti itu,” kata presiden memberi semangat.
Mudah menyerah ketika memulai usaha dan tidak berusaha bangkit lagi adalah penyebab rendahnya jumlah pengusaha di negara kita. “Kenapa kita baru 1,6 persen yang jadi pengusaha, padahal di negara yang lain di lingkup ASEAN lebih dari 4 persen? Ketakutan kita bersaing, berkompetisi,” kata presiden.
Presiden meyakini bahwa generasi muda Indonesia adalah anak-anak muda yang tangguh dan para pengusaha muda kita bukanlah anak muda yang jago kandang. Tapi petarung-petarung yang tangguh dan siap menjadi pemenang yang siap menang bukan jadi pecundang,
Presiden mengingatkan bahwa untuk menjadi pengusaha, modal semangat saja tidak cukup karena kita harus memahami dunia yang berubah sangat cepat, dalam hitungan jam, bahkan dalam hitungan menit.
Kemajuan teknologi dikatakan membuat dunia sekarang seolah tanpa batas atau borderless. Berjualan kadang sudah tidak lagi di pasar atau mal, melalui e-commerce, on line store,” ujar presiden.
Selain itu, rantai pasok bahan baku, produk, dan jasa sudah menjadi sangat global. “Sudah tidak bisa kita batasi. Apalagi dengan sosial media, semuanya menjadi serba terbuka dan tersajikan secara cepat, dan cepat. Sudah tidak bisa kita bendung lagi,” kata presiden.
Dalam situasi perubahan seperti ini,, pilihan kita hanya dua, mau jadi terbuka atau menutup diri. “Buat saya, pilihan saya hanya satu, kita harus berani terbuka dan kita harus yakin dengan terbuka itu kita menjadi lebih baik. Artinya terbuka kita harus berani berkompetisi, bertarung,” kata presiden.
Presiden mengingakan bahwa kita telah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan hampir setiap dua bulan dirinya bertemu dengan Kepala Negara dari ASEAN. “Baru dua-tiga hari yang lalu kita juga bertemu di Rusia. Selalu kalau kita ketemu selalu bergandeng-gandengan,” kata Presiden.
Tapi meski bergandengan tangan, Presiden mengingatkan bahwa mereka adalah pesaing kita. “Ini perlu saya ingatkan, meskipun yang hadir disini adalah 140 pengusaha muda juga dari ASEAN. Saya ingatkan bahwa selain kawan, mereka adalah pesaing kita,” pesan Presiden.
Kompetisi Mengejar Ketertinggalan
Keterbukaan dan kompetisi adalah kata kunci dalam era persaingan saat ini. Keterbukaan dan kompetisi, lanjut presiden, akan memaksa kita untuk memperbaiki diri dan mengejar ketertinggalan dibandingkan negara-negara lain. Bahkan presiden melihat bahwa karakter bangsa Indonesia semakin terdesak, kepintaran dan ketangguhan semakin tampak.
Hal ini dicontohkan presiden pada bank-bank BUMN, Pertamina dan Garuda. Bank-bank BUMN ketika tahun 1970-an hanya beroperasi hingga pukul 13.00-14.00 setiap harinya. Tapi kini, setelah diberi pesaing bank-bank asing dan swasta, bank-bank BUMN selain memiliki pelayanan yang semakin baik dan juga keuntungan yang diperoleh sangat besar.
“Bank pemerintah menjadi bagus pelayanan, laba tahunannya meningkat, sistem IT bisa bersaing dengan swata. Coba kita lihat Bank BRI keuntungan setiap tahun Rp. 24 Triliun, bank swasta kalah,” ujar presiden.
Demikian pula yang dialami Pertamina pada tahun 1970-1980 dimana SPBU yang kumuh, petugasnya tidak menggunakan seragam. Setelah diberi pesaing, kata presiden, pelayanan menjadi lebih bagus. “Keuntungan mereka juga lebih besar dan pesaing sudah tutup karena tidak kuat bersaing dengan Pertamina,” ujar presiden.
Presiden mengatakan bahwa karakter bangsa Indonesia, bila dihadapkan pada kompetisi, baru kita bangun. “Oleh karena itu dengan MEA ini memberikan semangart bagi kita semua, terutama anak-anak muda untuk bangkit dan berani bersiang,” kata presiden.
Maskapai penerbangan Garuda juga seperti itu. Pelayanan yang kurang baik ketika tidak ada pesaing, begitu ada peaing, Garuda kini menjadi lima besar brand yang paling baik untuk Asia 2016. “Karena ada persiangan,” kata presiden.(jos/iss/ipg)