Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dibutuhkan sikap dasar yang perlu dibangun segenap warga negara Indonesia yaitu sikap kritis sekaligus kreatif.
Kritis karena landasan kebersamaan yang membangun pilar-pilar cetak biru Masyarakat Ekonomi Asean 2025 belum terasa cukup kokoh.
Kreatif karena kekuatan-kekuatan yang kita miliki dan peluang-peluang yang ditawarkan serta bisa kita manfaatkan lewat MEA sangatlah besar. Itulah tema besar yang dibahas Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (Aptik) pada Hari Studi Aptik 20 Oktober hingga 22 Oktober 2016 di Surabaya.
Menghadirkan dua pembicara yakni Prof. Dr. Sulistyowati Irianto Guru Besar dan peneliti dari Universitas Indonesia serta Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., programer sejak tahun 1987 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
“Penting memikirkan bagaimana menciptakan manusia yang bisa menjunjung tinggi ke-Indonesian, mampu berdampingan dengan orang-orang yang berbeda, berbela rasa terhadap penderitaan orang lain. Suatu semangat yang menjadi panduan bagi setiap kegiatan akademik dan capaian prestasi di kalangan sivitas akademika pendidikan tinggi Katholik,” terang tandas Prof. Dr. Sulistyowati Irianto.
Dalam situasi seperti ini, lanjut Sulistyowati Irianto, perguruan tinggi Katholik harus mampu mendefinisikan keberadaan dirinya.
Menyelaraskan visi dan misinya dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi; manusia dengan karakter seperti apa yang akan dihasilkan, agar mampu berkolaborasi dan memiliki daya saing bila berhadapan dengan mahasiswa, atau sarjana mancanegara.
Hal itu penting, mengingat semua pihak meyakini bahwa pendidikan tinggi (PT) merupakan bagian dari mekanisme penting untuk memudahkan proses integrasi tersebut karena peran sentralnya baik sebagai tujuan, sasaran maupun sebagai elemen pendukung integrasi.
Sementara itu disampaikan Drs. Johanes Eka Priyatma yang telah berpengalaman menjadi programer sejak tahun 1987 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta juga menyampaikan pentingnya peran pendidikan tinggi agar manusia Indonesia bisa bertahan di masa depan.
“Berdasarkan tujuan dari integrasi ekonomi regional, pendidikan tinggi diharapkan memainkan peran penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi regional dan mengurangi kesenjangan pembangunan di antara negara-negara anggota,” papar Johanes Eka Priyatma.
Lebih lanjut, Johanes Eka Priyatma menambahkan bahwa program mobilitas mahasiswa dan dosen merupakan mekanisme penting dan menjadi indikator dari harmonisasi sistem pendidikan tinggi dan integrasi ekonomi regional.
“Dengan demikian tugas utama dosen bukan pada Tridharma saja melainkan Catur Dharma karena ditambah dengan tugas manajemen administratif,” pungkas Johanes Eka Priyatma.
Hari Studi Aptik 2016 digelar di Surabaya dan diikuti sejumlah perguruan tinggi Katolik seluruh Indonesia, dan digelar di Kota Surabaya dijadwalkan berakhir pada Sabtu (22/10/2016).(tok/dwi)