Dari sekitar 2.500 angkutan kota (angkot) seperti lyn dan mikrolet yang ada di Surabaya sampai saat ini baru 1 persennya saja yang sudah bergabung ke koperasi. Padahal aturan angkot harus berbadan hukum ini sudah ditentukan di Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
Jika tidak dipatuhi, maka angkot terancam tidak bisa beroperasi per 1 Maret 2016 mendatang.
Sunhaji Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Surabaya mengatakan, keengganan para pemilik angkot untuk bergabung di koperasi ini sebenarnya karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah saja.
Sehingga, para pemilik angkot hanya beranggapan bahwa status kepemilikan lyn atau mikrolet mereka akan diserahkan ke lembaga seperti koperasi. Padahal, menurut Sunhaji, anggapan itu tidak benar karena aset angkot tetap milik pengusahanya.
Selain itu, kata Sunhaji, memang dari pihak pemilik angkot sendiri juga masih kurang kesadaran pentingnya angkot berbadan hukum.
“Sesungguhnya mereka (para pemilik angkot) itu belum tahu manfaat angkot berbadan hukum. Belum ada kesadaran memang. Tujuannya kan nanti kalau berbadan hukum kan ada subsidi pajak, atau balik nama misalnya dari pemerintah. Kalau masih perorangan kan pemerintah tidak mau mensubsidi, tapi kalau sudah berbadan hukum baru mau,” kata Sunhaji, Jumat (8/1/2016) di Surabaya.
Namun untuk angkutan umum seperti taksi dan bus di Surabaya menurut Sunhaji sebagian besar sudah berbadan hukum.
“Untuk taksi dan bus di Surabaya sudah 80 persen yang berbadan hukum,” kata Sunhaji.(dop/dwi)
Teks Foto:
– Sunhaji Ketua Organda Surabaya
Foto: Dodi suarasurabaya.net