Perkembangan harga properti residensial sekunder di wilayah Surabaya menunjukkan geliat dan berpotensi meningkat. Hasil Survei Bank Indonesia Jawa Timur, harga properti residensial sekunder pada triwulan II-2016 menunjukkan peningkatan harga properti sebesar 0,37% (qtq).
Syarifuddin Bassara Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Jatim mengatakan, peningkatan harga ini didorong oleh kenaikan harga tanah, yang mencatatkan kenaikan sebesar 0,55% (qtq). Meski kenaikan harga tanah pada triwulan II-2016 cenderung lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
“Melambatnya kenaikan harga tanah turut dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional yang menurun sehingga menimbulkan sentimen bisnis investor yang cenderung memiliki sikap wait & see, menunggu kondisi ekonomi membaik,” kata Syarifuddin, Minggu (7/8/2016).
Berdasarkan tipe rumah, terindikasi perkembangan harga rumah tipe menengah (0,46%:qtq) mengalami kenaikan harga lebih tinggi dibandingkan tipe menengah atas (0,28%: qtq). Hal ini dipengaruhi oleh harga jual dasar rumah menengah atas yang tinggi sehingga sulit mengalami kenaikan untuk jumlah yang besar.
“Terutama pada kondisi perekonomian yang masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Berdasarkan informasi dari responden, harga rumah yang banyak dicari di pasar ada pada kisaran Rp 1-3 miliar/unit,” katanya.
Berdasarkan wilayahnya, secara umum terjadi peningkatan harga rumah tipe menengah di semua wilayah. Sementara untuk rumah tipe menengah atas di area Surabaya Pusat mengalami penurunan, didorong tingginya harga dasar sehingga sulit untuk diserap di pasar yang lebih mengarah untuk keperluan komersial.
Wilayah Surabaya Barat menunjukkan peningkatan harga tertinggi, baik untuk tipe menengah maupun menengah atas masing-masing sebesar 0,70% (qtq) dan 1,10% (qtq). Peningkatan harga terbesar kedua adalah Surabaya Timur untuk tipe menengah (0,66%-qtq) dan Surabaya Selatan untuk tipe menengah atas (0,24%; qtq).
“Surabaya Barat dan Surabaya Timur masih tetap menjadi area yang paling diminati masyarakat mengingat keberadaan area komersil, berkembangnya infrastruktur dan fasilitas umum, serta kualitas citra kawasan membuat masyarakat cenderung berminat untuk mencari rumah sekunder di kedua wilayah tersebut,” katanya.
Hasil survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jatim ini juga menunjukkan permintaan yang ada lebih fokus pada tujuan penggunaan rumah sebagai tempat tinggal. Pembeli dengan tujuan investasi cenderung menunda pembelian hingga diberlakukannya tax amnesty.
“Meskipun demikian, disahkannya tax amnesty tersebut diperkirakan tidak memiliki efek yang reaktif. Masyarakat akan cenderung menunggu hingga pelaporan pajak tahun 2017 untuk benar-benar yakin bahwa pajak untuk aset baru tidak akan dipermasalahkan,” kata Syarifuddin. (bid/iss)