Faisal Basri Pakar Ekonomi Politik Universitas Indonesia saat menjadi pembicara dalam seminar Ekonomi Outlook 2017 di Suara Surabaya Centre, Rabu (7/12/2016) mengaku pesimistis dengan pertumbuhan ekonomi 2017.
Beberapa faktor yang menyebabkan salah satunya kondisi politik pemerintahan dan performa pemerintahan di Indonesia.
Misalnya, dari fakta bahwa Indonesia menduduki peringkat ketujuh indeks kroni kapitalis versi the economist naik satu peringkat dari tahun sebelumnya.
Fakta itu menunjukkan kekayaan orang yang dekat dengan kekuasaan mengalami peningkatan, ini menyebabkan semakin dalamnya ketimpangan ekonomi.
Sementara itu, tekanan datang dari luar negeri. Amerika serikat menaikkan suku bunga dari 0,5 persen tahun sebelumnya menjadi 0,75 pada 14 November lalu. Mau tidak mau, suku bunga Indonesia harus menyesuaikan.
Sedangkan di dalam negeri, konsumsi masyarakat yang menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 56 persen terus menurun.
Faktornya, Nilai Tukar Petani di Indonesia turun, padahal petani merupakan mayoritas masyarakat Indonesia.
Daya beli petani terus menurun sehingga berdampak langsung pada tingkat konsumsi masyarakat.
Gonjang-ganjing politik di Indonesia yang semakin panas, menurut Faisal, akan mengakibatkan modal asing lari dari Indonesia.
Padahal, investasi asing adalah salah satu faktor yang mampu membantu kondisi ekonomi Indonesia di tengah tekanan ekonomi dunia.
Faktanya, investasi asing ini turun dari tahun sebelumnya 21,9 miliar Dolar Amerika menjadi 15,5 miliar dolar amerika. Itu pun lebih banyak investasi portofolio daripada investasi langsung.
Melihat kondisi inilah, Fasial Basri memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada 2017 mendatang hanya 0,1 persen. Dari tahun ini 4,9 persen menjadi 5 persen.
Faisal Basri mengatakan, tahun 2017 adalah periode koreksi dan konsolidasi oleh pemerintah Indonesia.
Apabila banyak perubahan dalam hal politik dan kinerja pemerintah pada 2017, maka pada 2018 ekonomi akan naik sesuai yang diharapkan Jokowi Presiden.(den/ipg)