Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai bahwa infrastruktur pendukung pasar modal yang kuat membuat isu terorisme di dalam negeri tidak terlalu mempengaruhi investor dalam berinvestasi saham sehingga laju indeks harga saham gabungan (IHSG) masih relatif kondusif.
“Kuatnya infrastruktur BEI memberikan ketenangan investor dalam berinvestasi dengan efisien dan aman di pasar modal. Jadi, pasar modal siap menghadapi jika terjadi hal-hal yang menakutkan,” ujar Tito Sulistio Direktur Utama BEI dalam konfersensi pers “Respon BEI Terhadap Terorisme – Investor Tidak Takut” di Jakarta, Senin (18/1/2016).
Ia mengemukakan bahwa ketika terjadi serangan teror di Ibu Kota pada Kamis (14/1/2016) lalu, aktivitas transaksi lepas saham oleh pelaku pasar di dalam negeri juga masih terbilang normal, itu mengindikasikan ketidaktakutan investor.
“Saat teror bom memang terjadi kepanikan yang membuat indeks BEI turun sampai 1,78 persen. Tetapi menariknya, sesudah terlihat para aparat yang sigap bergerak dengan cepat, indeks BEI cenderung menguat kembali. Jarang sekali kejadian semacam itu, memperlihatkan bahwa investor masih percaya kepada pemerintah dan pasar modal,” katanya seperti dilansir Antara.
Selain faktor infrastruktur, lanjut dia, kinerja perusahaan tercatat atau emiten di BEI pada 2015 yang mayoritas mencatatkan hasil positif juga menjadi salah satu faktor yang menopang IHSG BEI sehingga tidak tertekan lebih dalam.
“Mayoritas kinerja emiten domestik yang masih membukukan hasil positif memberi kepercayaan investor untuk tetap berinvestasi di pasar modal sehingga koreksi IHSG BEI masih tertahan,” katanya.
Ia mengemukakan bahwa kinerja IHSG BEI per 15 Januari 2016 hanya mengalami koreksi sekitar 1,50 persen menjadi 4.523,98 poin (year to date). Sementara bursa saham eksternal mengalami koreksi lebih dari 3 persen.
“Bursa Thailand (SET index) terkoreksi 3,27 persen, Malaysia (KLCI Index) turun 3,78 persen, bursa AS (INDU Index) turun 8,25 persen, sementara yang paling besar penurunannya yakni bursa saham Tiongkok (SHCOMP Index) yang melemah sebesar 18,03 persen per 15 Januari tahun ini,” jelas Tito Sulistio.
Menurut Tito Sulistio, faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan indeks BEI sejak awal tahun 2016 ini yakni berlanjutnya proyeksi perlambatan ekonomi global, Tiongkok masih menjadi sinyal perlambatan ekonomi dunia.
Kemudian, lanjut dia, tren penurunan harga minyak mentah dunia yang masih terus terjadi seiring dengan pencabutan sanksi ekonomi Iran. Pencabutan sanksi itu akan semakin menambah ketersediaan minyak mentah global melimpah dan akan menekan harga.
“Harga energi yang rendah berimplikasi terhadap turunnya harga komoditas dunia lainnya dan menekan penerimaan fiskal negara,” katanya.
Selain itu, kata dia, normalisasi kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Proses normalisasi kebijakan suku bunga acuan The Fed dinilai akan menimbulkan antisipasi pasar terhadap pengembangan keputusan investasi ke depannya.(ant/iss/ipg)