Kewajiban penggunaan mata uang rupiah sudah harus diberlakukan pada sektor ekspor impor di Indonesia mulai tanggal 1 Juli 2015. Salah satunya, transaksi antara pengguna jasa dan Forwarding harus sepakat menggunakan mata uang rupiah yang sudah disesuaikan dengan kurs referensi.
“Forwarding dan pengguna jasa harus sama-sama sepakat kurs hari itu. Mereka harus sepakat, kurs harus sesuai dengan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR),” kata Syarifuddin Bassara Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Timur, Sabtu (11/7/2015).
Imbauan Syarifuddin tersebut terkait dengan adanya beberapa Forwarding yang menentukan kurs tidak sesuai dengan JISDOR. Maka, kata Syarifuddin, pengguna jasa bisa mengadukan hal tersebut ke Bank Indonesia jika masih ada Forwarding yang menetapkan kurs tidak sesuai dengan JISDOR.
Selain menerima pengaduan, Bank Indonesia juga akan memberi hukuman kepada pelaku usaha maupun pengguna jasa jika keduanya melakukan transaksi tidak menggunakan mata uang rupiah.
“Kita sudah siapkan hukuman pidana, sanksi denda 1 persen dari transaksi, hingga penalti bagi pelaku usaha dengan tidak bisa ikut di lalu lintas pembayaran non tunai,” kata dia.
Sementara itu, menurut Syarifuddin, kewajiban penggunaan mata uang rupiah merupakan salah satu cara untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia.
“Indonesia sudah merdeka sudah hampir 70 tahun, tapi kenapa kita di negara sendiri masih bertransaksi menggunakan mata uang asing? Kita juga punya mata uang sendiri, kita harus bangga dengan itu,” kata dia.
Lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, kata dia, disebabkan mata uang yang digunakan pada kedua wilayah tersebut kala itu menggunakan mata uang asing berupa ringgit. Sehingga PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) akhirnya melepas kedua pulau itu kepada Malaysia. (dop/fik)