Pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.848 triliun tahun depan. Terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.565,8 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp283 triliun dan hibah Rp2 triliun.
“Ini membuat rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 13,25 persen,” kata Joko Widodo Presiden RI saat berpidato Pengantar Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2016, DPR-RI, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Dia mengatakan, penerimaan perpajakan sebesar itu naik 5,1 persen dari target APBN Perubahan 2015. Selain perpajakan, pemerintah juga bakal mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Terutama penerimaan sumber daya alam, didominasi penerimaan minyak dan gas bumi, meskipun untuk mencapai itu banyak tantangan, seperti harga minyak yang bergejolak,” ujarnya.
Dalam pidato tersebut, Jokowi juga menyampaikan asumsi makro APBN 2016. Yakni, Pertumbuhan Ekonomi 5,5 persen, inflasi 4,7 persen, kurs Rp13.400 per dolar Amerika Serikat.
Kemudian Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan 5,5 persen, harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD 60 per barel.
Lifting 1,9 juta barel setara minyak per hari, terdiri dari lifting minyak bumi 830 ribu barel per hari dan gas bumi 1,55 juta barel setara minyak per hari.
Meski demikian pemerintahan Jokowi-JK tampak masih mengandalkan pembiayaan dari pinjaman alias utang untuk menutup defisit anggaran tahun depan.
Jokowi mengakui masih akan memanfaatkan pinjaman atau utang baik dari dalam maupun luar negeri.
“Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif memberdayakan swasta dan pemerintah daerah pembangunan nasional,” papar Presiden.
Dalam postur draf RAPBN 2016, total pendapatan negara tahun depan ditargetkan Rp1.848 triliun. Terdiri dari pendapatan dari sektor perpajakan Rp1.565,8 triliun, pendapatan dari non perpajakan Rp280,3 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp2 triliun.
Sementara belanja negara mencapai Rp2.121,3 triliun. Terdiri dari belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.3391,1 triliun dan transfer daerah serta dana desa sebesar Rp782,2 triliun.
“Konsekuensi pembangunan infrastruktur dan ekspansif, maka fiskal mengalami defisit anggaran,” ucapnya.
Dengan komposisi tersebut, RAPBN 2016 mencatat defisit anggaran Rp273,2 triliun atau 2,1 terhadap PDB. Pemerintah mengandalkan utang untuk pembiayaan defisit anggaran. Besarannya, utang dari dalam negeri Rp272 triliun dan luar negeri Rp1,2 triliun.
“Untuk mendukung kebijakan fiskal sumber pembiayaan dalam dan luar negeri. bersifat tidak mengikat dan biaya lebih rendah,” paparnya.(faz/iss/ipg)