Paulus Totok Lucida Ketua Gabungan Pengusaha Farmasi Jawa Timur mengatakan tingginya ketergantungan industri farmasi dalam negeri terhadap bahan baku impor disebabkan karena tidak adanya proteksi pemerintah terhadap investor lokal. Di Jawa Timur sendiri, bahan baku obat 90 persennya berasal dari impor.
“Ya permasalahannya kan kita tidak bisa produksi bahan baku obat sendiri. Kenapa? ya karena orang-orang kita tidak mau investasi di bahan baku obat soalnya biayanya mahal dan keuntungannya jangka panjang. Apalagi selama ini belum ada proteksi terhadap investor lokal yang mau investasi di bahan baku obat. Ya mereka takut nggak laku. Garam untuk dimakan, sama garam untuk obat itu bedanya 100 kali lipat lho harganya lebih mahal buat obat,” katanya kepada suarasurabaya.net, Jumat (6/11/2015).
Di Jawa Timur sendiri, kata Totok, mengimpor bahan baku obat dari beberapa negara Eropa dan Asia.
“Macam-macam, ada yang dari Jerman, China, dan India,” katanya.
Mengenai paket ekonomi jilid VI terkait penyederhanaan perizinan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), menurut Totok hal itu akan membantu industri farmasi.
“Ya paket ini akan meringankan biaya pengadaan bahan baku obat. Pengadaan bahan baku jadi lebih irit. Tapi kita masih tunggu juklak (petunjuk pelaksanaan) nya dulu,” ujar Totok. (dop/dwi)