Aturan baru Bank Indonesia No. 17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi 20 persen untuk bank umum dan 15 persen untuk bank syariah diprediksi belum mampu menggairahkan penjualan properti di Indonesia.
Sebab, masyarakat Indonesia saat ini masih dipusingkan dengan harga-harga kebutuhan pokok yang tinggi. Hal ini menyebabkan sektor properti masih kalah prioritas dengan kebutuhan pokok meskipun BI menerapkan aturan kelonggaran kredit rumah ini.
“Orang sudah pusing dengan kebutuhan pokok. Tapi keputusan pemerintah ini harus tetap kita apresiasi. Analisis saya, ada peningkatan, namun sedikit sekali,” kata Arif Rahman pakar ekonomi dari Universitas Airlangga kepada suarasurabaya.net, Jumat (26/6/2015).
Menurutnya, untuk menggairahkan sektor properti yang saat ini lesu, pemerintah juga harus berpikir untuk menetapkan harga rumah sesuai dengan standar daya beli masyarakat. Pasalnya, selama ini harga-harga perumahan masih “dipermainkan” oleh para spekulan.
“Harga properti terus “digoreng” sama spekulan, meskipun dikasih kredit sampai 80 persen, itu belum bisa menumbuhkan daya beli bagi masyarakat. Kalau pemerintah tidak membuat regulasi penetapan harga properti terutama rumah, saya menyayangkan sekali. Regulasi tersebut harus diberlakukan agar harga rumah masih dalam tahap batas normal. Kalau pemerintah bisa membuat regulasi penetapan harga untuk kebutuhan pokok, mengapa itu tidak diberlakukan di perumahan?,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Totok Lucida Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jatim, pelonggaran LTV menjadi 20 dan 15 persen tersebut sudah ideal.
“Ya kalau menurut saya itu sudah ideal. Karena kalau terlalu kecil itu terlalu beresiko buat Perbankan,” ujarnya.
Menurut dia, pelonggaran LTV itu harus bisa dibarengi dengan stabilitas nilai tukar rupiah agar sektor properti di Indonesia bisa kembali bergairah.
“Dengan dolar 13.300 saat ini, membuat bahan bangunan itu tidak ada kepastian harga. Yang kedua bbm, saat ini kan tidak ada kepastian harga. Pengusaha itu butuh kepastian, bukan butuh harga murah atau harga mahal, jadi stabilitas harga itu penting sekali,” pungkasnya. (dop/ipg)