Forum Komunikasi Objek Wisata (Forkom) Kota Surabaya berupaya agar terjadi sinergi dalam hal pariwisata antara Kabupaten Sumenep dengan Kota Surabaya. Salah satu upaya Forkom Kota Surabaya ialah melakukan studi banding ke beberapa objek wisata di Kabupaten Sumenep sejak Jumat (20/3/2015) dan berusaha menjalin nota kesepahaman antar biro perjalanan wisata di dua daerah.
suarasurabaya.net berkesempatan ikut berkunjung ke beberapa objek wisata yang ada di Kabupaten Sumenep bersama rombongan Forkom Kota Surabaya selama dua hari. Objek wisata yang dikunjungi itu antara lain wisata kepulauan Gili Labak, di Desa Kombeng, Kecamatan Talango; objek wisata religi Asta Yusuf; dan objek wisata kesehatan Gili Iyang.
Agus Rahman, Sekretaris Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Sumenep menjelaskan ada 126 kepulauan di Kabupaten Sumenep, 78 diantaranya tidak berpenduduk, 48 yang berpenduduk termasuk diantaranya Gili Labak dan Gili Iyang.
“Memang, untuk Gili Labak kami masih membutuhkan kerja keras dalam hal kebersihan dan penyediaan fasilitas yang memadai,” ujarnya saat menyambut rombongan Forkom di Museum Keraton Sumenep, Sabtu (19/3/2015) malam. Sedangkan Gili Iyang, kata Agus, merupakan salah satu gili yang menjadi keunggulan terutama karena wisata kesehatannya.
Disbudparpora Kabupaten Sumenep saat ini sedang menghadapi beberapa tantangan dalam hal pariwisata. Antara lain masih kurang siapnya tujuan pariwisata sumenep, jumlah investasi dalam bidang pariwisata yang perlu ditingkatkan, pemanfaatan teknologi informasi dalam hal promosi, kualitas sumber daya manusia di bidang pariwisata, serta peningkatan kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta dan masyarakat.
“Sebenarnya tidak sedikit prestasi yang sudah kami raih. Antara lain penghargaan MURI (Museum Rekor Indonesia) saat perayaan Hari Jadi Sumenep lalu karena kami menggelar makan bersama 10.000 makanan khas Sumenep, Campor,” katanya.
Tidak hanya itu, kata Agus, Sumenep juga memiliki kelompok tari budaya topeng dalang yang sudah berkeliling ke berbagai negara di dunia. Juga penghargaan dari UNESCO kepada Kabupaten Sumenep sebagai Kota Keris, karena masih ada sekitar 600 empu pembuat keris berkualitas internasional di Kabupaten Sumenep. Keris-keris, seperti dijelaskan oleh Agus, telah diekspor ke berbagai negara di dunia.
Irpan Harianja, Ketua Forkom Kota Surabaya mengatakan perlu adanya kerjasama untuk mengembangkan pariwisata di Indonesia, terutama di Kota Surabaya dan Kabupaten Sumenep dalam menghadapi MEA. “31 Desember 2015, Mea sudah di-lounching. Tidak perlu takut, karena kita punya potensi alam yang luar biasa, letak geografis yang menjadi nilai jual, ini adalah kekayaan yang luar biasa,” ujarnya.
Irpan menegaskan perlunya nota kesepahaman (MoU) antara biro perjalanan wisata di dua daerah. Kerjasama ini terutama dalam hal promosi. “Selama ini wisatawan domestik maupun asing datang ke Bandara Juanda, Surabaya untuk menuju ke Kawah Ijen atau ke Bromo. Dengan adanya kerjasama ini, wisatawan juga bisa diarahkan ke timur, ke Sumenep, yang objek wisatanya tidak kalah dengan daerah lainnya,” ujarnya.
Kerjasama ini akan memunculkan keuntungan timbal balik bagi kedua pihak dalam hal promosi objek wisata. Biro perjalanan di Surabaya akan meningkatkan pengenalan wisata Sumenep ke wisatawan, terutama yang transit di Surabaya. Sedangkan biro perjalanan wisata di Sumenep, juga mengenalkan objek wisata di Kota Surabaya sebagai kota transit.
“Kalau ada daya saing, juga harus ada daya sanding,” kata Irpan. Dengan adanya daya sanding sinergi dalam hal peningkatan pariwisata di dua daerah akan terbangun dengan baik. Sehingga, Kabupaten Sumenep dan Kota Surabaya dapat menjadi rujukan wisata domestik dan mancanegara di era MEA. (den/edy)
Teks Foto:
– Pemandangan di Gili Labak, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep.
– Peziarah berdoa di Asta (makam) Yusuf, salah satu penyebar agama Islam di Sumenep.
– Rombongan Forkom mengunjungi wisata kesehatan di Gili Iyang.
Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net