Kementerian Perdagangan akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 53/M-DAG/PER/7/2015 tentang Tekstil dan Produk Tekstil Batik dan Motif Batik, dimana langkah tersebut merupakan salah satu tindak lanjut dari Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan pemerintah beberapa waktu lalu.
“Untuk batik hanya diminta untuk tidak ada (menghilangkan) rekomendasi dari Kementerian Perindustrian,” kata Arlinda, Ketua Tim Deregulasi Perdagangan, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (18/9/2015).
Arlinda mengatakan, selain menghapus rekomendasi dari Kementerian Perindustrian tersebut juga akan dihapus rekomendasi impor dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan status Importir terdaftar (IT).
“Juga penghapusan persyaratan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Identitas Kepabeanan (NIK), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Izin Usaha Industri (IUI),” ujar Arlinda.
Arlinda menambahkan, untuk ketentuan verifikasi atau penelusuran teknis impor di pelabuhan muat masih tetap dipertahankan.
Langkah untuk merevisi ketentuan tersebut masuk dalam paket deregulasi dan debirokratisasi untuk perdagangan yang menyangkut 32 regulasi yang terbagi dari sebanyak 30 Peraturan Menteri Perdagangan dan dua Peraturan Direktur Jenderal.
Dari 32 regulasi tersebut diklasifikasi menjadi delapan regulasi yang masuk dalam paket deregulasi dan 24 regulasi yang masuk dalam paket debirokratisasi. Terkait dengan revisi ketentuan impor batik tersebut masuk ke dalam paket debirokratisasi.
Sesungguhnya, aturan terkait pengetatan impor tekstil dan produk tekstil (TPT) batik dan motif batik tersebut baru dikeluarkan Kementerian Perdagangan pada Juli 2015 lalu. Pengetatan tersebut dikarenakan adanya peningkatan importasi produk yang mencapai 24,1 persen pada periode Januari hingga April 2015.
Pada saat itu, Kemendag beranggapan bahwa dengan adanya peningkatan impor dari yang sebelumnya sebesar 28 juta dolar Amerika Serikat pada Januari-April 2014 menjadi 34 juta dolar Amerika Serikat pada 2015, maka dikhawatirkan akan mematikan industri dalam negeri.
Pengetatan impor TPT batik dan motif batik tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 53/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Batik dan TPT Motif Batik.
Dalam aturan tersebut, komoditas yang diatur adalah kain lembaran dan pakaian jadi batik dan bermotif batik dengan batasan paling sedikit dua warna, dimana setiap perusahaan yang akan melakukan impor TPT batik dan TPT motif batik harus memiliki penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) TPT batik dan motif batik yang sebelumnya harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Rekomendasi tersebut, paling sedikit memuat keterangan mengenai Pos Tarif/HS, jenis, volume TPT batik dan TPT motif batik, pelabuhan tujuan impor, dan masa berlaku. Selain itu, TPT batik dan TPT motif batik yang diimpor oleh IT TPT batik dan motif batik wajib dilengkapi dengan informasi pada produk dan atau kemasan dalam bahasa Indonesia.
Dalam pasal 11, pemerintah juga membatasi pelabuhan tujuan TPT batik dan TPT motif batik di dalam negeri, yaitu Pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno-Hatta di Makassar. Sedangkan Pelabuhan udara hanya di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor TPT batik dan motif batik dari tahun 2012-2014 mengalami peningkatan sebesar 17,9 persen atau sebesar 13,2 juta dolar AS. Tercatat impor pada 2013 mencapai 80,8 juta dolar AS dan pada 2014 menjadi 87,1 juta dolar AS.(ant/iss/ipg)