Tak ada yang istimewa dari kegiatan bongkar muat kapal di Terminal Teluk Lamong, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Rabu (7/10/2015) siang. Dua buah alat pemindah petikemas Ship to Shore langsung merapat ketika Kapal MV Larentia selesai sandar tepat di dermaga berkonsep green port itu.
Meski sama seperti aktivitas bongkar muat biasanya, namun kedatangan kapal dari Korea ini, ternyata menandai era baru Pelabuhan Tanjung Perak. Pelabuhan yang dulu sesak dan dangkal, kini mulai bisa disandari kapal berukuran super jumbo.
MV Larentia, merupakan kapal jenis baru dengan bobot 37.900 ton serta memiliki panjang 215,10 meter dan lebar 29,92 meter. Kapal ini tidak sembarangan bisa merapat ke dermaga, kecuali pada pelabuhan yang memiliki kedalaman alur minimal minus 11,55 LWS (low water spring/meter bawah permukaan terendah air).
Sebelum adanya Terminal Teluk Lamong, Pelabuhan Tanjung Perak hanya bisa disandari kapal berukuran sedang dengan maksimal berkasitas 12 ribu TEUs. Dangkalnya alur pelayaran barat Surabaya (APBS) dan belum dalamnya seluruh dermaga yang ada menjadikan kapal super jumbo seperti MV Larentia memang tak bisa sandar.
“Biasanya, MV Larentia hanya sandar di Singapura, lantas memindahkan box petikemas ke kapal kecil untuk dibawa ke Surabaya. Kini itu sudah cerita usang karena Larentia sudah bisa masuk ke Tanjung Perak,” kata Edi Priyanto, Juru Bicara PT Pelindo III.
Menurut Edi, mengajak MV Larentia masuk Surabaya bukanlah perkara mudah. Namun seiring beroperasinya Terminal Teluk Lamong dan selesainya pengerukan APBS, kini tak hanya Larentia yang masuk Tanjung Perak. Bahkan MV Carpathia yang juga kapal generasi baru dan sama-sama dari Korea juga sudah menyusun jadwal untuk bergantian sandar seminggu sekali di Terminal Teluk Lamong.
Dari catatan PT Pelindo III, dua kapal internasional ini akan membawa petikemas hingga 1.000 TEUs milik tiga pelayaran besar dari negara itu yaitu, Heung-A, CK-Line, dan Sinokor. Kapal ini akan mengambil rute Pusan – Kwangyang – Shanghai – Shekou – Jakarta – Surabaya – Saigon dan kembali ke Shanghai.
Tak hanya Korea, pengiriman barang dari Tiongkok langsung ke Terminal Teluk Lamong juga sudah dimulai. Secara bergantian, delapan kapal dari Tiongkok akan sandar di Teluk Lamong, yaitu kapal CSCL Callao, CSCL Lima, CSCL Manzanillo, CSCL Montevideo, CSCL Santiago, CSCL Panama, CSCL San Jose dan CSCL Sao Paulo. Rute yang dilewati oleh kapal negeri Panda itu diataranya adalah Lianyugang – Qingdao – Shanghai – Ningbo – Shekou – Jakarta – Surabaya – Semarang – Davao – Shanghai – Yingkou – Tianjin dan berakhir di Dalian.
Hongkong ternyata juga meniru jejak Tiongkok dan Korea untuk melakukan pengiriman barang dari dan menuju Surabaya tanpa melewati Singapura. Kapal Wellington Strait, William Strait dan Mell Salomon kini juga sudah memiliki jadwal untuk singgah secara bergantian setiap pekan sekali di Terminal Teluk Lamong. Hongkong – Shanghai – Surabaya – Darwin merupakan rute yang dilewati oleh kapal-kapal dari Hongkong ini.
Tanjung Perak Tak Lagi Sesak
Dibangun di lahan seluas 50 hektare, Terminal Laut Teluk Lamong digunakan untuk menambal kelebihan kapasitas yang terjadi di seluruh dermaga yang ada di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Enam dermaga di Tanjung Perak, mulai Jamrud, Mirah, Berlian, Nilam, Terminal Peti Kemas (TPS), dan Kalimas, kini sudah jenuh, sesak dan over load.
Terminal Teluk Lamong, adalah impian yang diyakini mampu menjawab seluruh masalah di Tanjung Perak. Karenanya, terminal ini sejak awal didesain memiliki dermaga seluas 500×80 meter, serta didukung kedalaman laut hingga minus 14 LWS. Terminal Teluk Lamong, juga dilengkapi dengan area lapangan untuk menampung barang curah kering seluas 6 hektar, lapangan petikemas seluas 15 hektare, perkantoran dan parkir truk seluas 7,2 hektare, serta akses jalan sepanjang 1130×50 meter.
Dengan luas dan kedalaman alur yang dimiliki, Terminal Teluk Lamong dirancang mampu menampung 1.555.200 box petikemas dari pelayaran internasional, 2.903.040 box petikemas pelayaran domestik, serta barang curah kering seberat 20.736.000 ton. Tak hanya itu, kapal di atas 60 ribu DWT (deadweight tonnage atau bobot mati) juga bisa sandar di terminal ini.
Agung Kresno Sarwono, Direktur Operasional dan Teknik Terminal Teluk Lamong, mengatakan, terminal ini juga dilengkapi dengan 30 unit head truk and chassis (truk pengangkut), 5 unit container crane, 2 unit ship unloader (pemindah barang), 2 unit conveyor (ban berjalan), serta 10 unit automatic stacking crane (crane otomatis). “Dengan kapasitas dan alat yang ada di Teluk Lamong, kami yakin kelebihan kapasitas di Tanjung Perak bisa terurai,” kata Agung.
Agung yang pernah menjabat sebagai Direktur Operasional di Busan New Port ini mengatakan, keberadaan Terminal Teluk Lamong saat ini telah memicu roda perekonomian dunia dengan masuknya kapal-kapal berkapasitas besar sehingga dapat menekan biaya logistik nasional. Dengan konsep semi otomatis yang dimiliki, maka kecepatan dan ketepatan menjadi hal yang dapat dijanjikan terutama untuk melayani kapal-kapal internasional.
Terminal Teluk Lamong juga didesain multipurpose sehingga tak hanya untuk bongkar muat petikemas domestik dan internasional, melainkan juga untuk menampung barang jenis curah serta bahan makanan dan pakan ternak (food and feed grain). Tidak hanya mengusung konsep ramah lingkungan dengan peralatan yang bersumber tenaga listrik, berbagai fasilitas bongkar muat modern di terminal tersebut juga beroperasi secara semi-otomatis.
Dari catatan PT Pelindo III, arus petikemas di Tanjung Perak memang terus meningkat. Pada tahun 2014 misalnya, tercatat sebanyak 3,1 juta TEUs petikemas didaratkan di Tanjung Perak. Angka ini meningkat empat persen dari tahun sebelumnya yang hanya 2,9 juta TEUs. Padahal kapasitas petikemas di Tanjung Perak kala itu hanya sekitar 2,1 juta TEUs. Tak hanya petikemas, curah kering juga mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2013 tercatat hanya 7,3 juta ton curah kering yang mendarat di Tanjung Perak, maka di tahun 2014 meningkat menjadi 8,6 juta ton.
Peningkatan ini memang wajar karena Jawa Timur menjadi gerbang utama arus barang ke Indonesia Timur. Tumpuan pada Tanjung Perak menjadikan pelabuhan yang dibangun sejak tahun 1910 ini, kian padat dengan segala aktivitasnya. Bahkan, PT Pelindo III selaku operator Tanjung Perak telah melakukan kajian yang menyatakan pada tahun 2018 mendatang, Tanjung Perak tidak akan bisa bergerak akibat kelebihan kapasitas.
Beruntung Terminal Teluk Lamong sudah beroperasi sehingga over kargo bisa diurai. Meski untuk tahap awal Terminal ini hanya dibangun seluas 39 hektar, namun kapasitas petikemas yang bisa ditampung di terminal yang berada tepat di perbatasan Surabaya dan Gresik ini telah mencapai 1,5 juta TEUs dengan tampungan curah kering mencapai 5 juta ton.
Upaya PT Pelindo III membangun Terminal Teluk Lamong diparesiasi oleh asosiasi perusahaan pelayaran Indonesia INSA (Indonesian National Shipowners Association). Meski begitu, INSA tetap berharap PT Pelindo III lebih banyak lagi membangun pelabuhan baru, atau minimal memperluas dermaga yang sudah ada.
Stevens Lesawengen, Ketua DPC INSA Surabaya, mengatakan, saat ini transportasi kapal laut ke Tanjung Perak telah mencapai 40-45 kapal perhari. Padahal, dermaga yang ada di Tanjung Perak meskipun sudah ditambah Terminal Teluk Lamong, hanya mampu disandari 55 kapal perhari. “Tiap kapal, rata-rata membutuhkan waktu bongkar muat dua hari, bahkan ada yang lebih. Kalau dua hari sandar berarti tiap harinya membutuhkan 90 lokasi sandar kapal, padahal kapasitas dermaga hanya 55 kapal,” ujarnya.
Jika jumlah dermaga atau panjang dermaga tak segera ditambah, INSA khawatir waktu tunggu kapal atau dwelling time di Tanjung Perak semakin hari juga akan semakin tambah lama. Untuk saat ini saja, waktu tunggu yang terjadi sudah sekitar 4-5 hari. “Padahal, biaya kapal juga semakin tinggi. Untuk kapal berukuran 10.000 DWT misalnya, tiap hari kena 3.000 dolar AS. Tinggal dikalikan berapa kapal dan berapa hari masa tunggunya,” ujarnya.
Efisiensi dan Penataan di Tengah Krisis Ekonomi
Keluhan INSA ternyata sudah diantisipasi PT Pelindo III. Tak hanya merancang penambahan dermaga baru, PT Pelindo III juga melakukan berbagai upaya sehingga waktu bongkar muat kapal bisa dipersingkat. Caranya, aneka peralatan bongkar muat diganti lebih modern. Koneksi antar pelabuhan serta distribusi logistik ke kawasan industri juga diperbaiki. Harapannya, petikemas yang sudah dibongkar bisa cepat keluar pelabuhan sehingga over kargo di terminal tidak berlangsung lama.
Husein Latief, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT Pelindo III, mengatakan, monorel pengangkut petikemas berjenis Automated Container Transporter (ACT) akan segera dibangun sebagai sarana transportasi petikemas antar dermaga. Selain itu, kereta api double track juga dibangun untuk mempercepat petikemas keluar pelabuhan dengan tujuan berbagai kota yang ada di Jawa.
“Meski kereta api kita manfaatkan, namun moda transportasi jenis truk tetap akan dipertahankan. Bahkan kami juga sudah ada kesepahaman dengan DPC Organda Khusus Tanjung Perak tentang penggunaan truk dengan Bahan Bakar Gas (BBG) atau mesin diesel dengan standar emisi EURO 4 di Terminal Teluk Lamong,” kata dia.
Jalur perjalanan darat dari Terminal Teluk Lamong langsung jalan tol saat ini juga sudah dirancang dan tinggal menunggu selesainya proses perizinan. Pembangunan rel kereta dan jalan langsung ke tol ini diharapkan juga mampu mengurai kemacetan jalan raya yang ada di sekitar pelabuhan.
Djarwo Surjanto, Direktur Utama PT Pelindo III mengatakan, ada mimpi besar yang kini ingin diwujudkannya, yakni membangun Greater Surabaya Metropolitan Ports (GSMP). “Ada beberapa langkah yang kita lakukan untuk mendukung GSMP ini, selain membangun Teluk Lamong, kami juga sudah memperlebar dan mendalamkan APBS,” kata Djarwo.
Untuk mendukung mimpi ini, seluruh terminal di Tanjung Perak saat ini juga ditata dan diklasterisasi. Terminal Berlian misalnya, saat ini fokus untuk petikemas domestik. Sedangkan Terminal Petikemas (TPS) fokus untuk petikemas domestik dan internasional. Sedangkan Terminal Jamrud Utara khusus untuk kegiatan bongkar muat curah kering dan general cargo internasional, Terminal Jamrud Barat difungsikan untuk curah kering internasional, Jamrud Selatan untuk general cargo dan curah kering domestik. Sedangan Terminal Mirah untuk kegiatan general cargo domestik, roro terminal, dan project cargo. Terminal Nilam digunakan untuk petikemas domestik, curah cair, dan general cargo.
“Kami juga sedang membangun Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) yang terintegrasi di Manyar, Gresik,” ujar Djarwo. Dengan tambahan JIIPE, PT Pelindo III optimis, Tanjung Perak akan benar-benar tak akan sesak dan mampu menjadi tumpuhan utama ekonomi Indonesia Timur.
APBS yang merupakan akses utama masuk ke Tanjung Perak, saat ini juga sudah selesai direvitalisasi. Alur sepanjang 25 mil laut itu, kini berhasil diperdalam dari minus 9,5 meter LWS menjadi minus 13 meter LWS. Alur ini juga telah diperlebar dari 100 meter menjadi 150 meter.
Dari sisi energi, PT Pelindo III juga terus berinovasi. Mereka juga mulai membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG). Biaya investasi sebesar Rp1 triliun juga telah disiapkan. Listrik, memang diperlukan untuk menyuplai Terminal Teluk Lamong yang sejak awal didesain menggunakan energi ramah lingkungan dengan energi utamanya adalah listrik.
Seluruh peralatan bongkar muat juga dialihkan dari bahan bakar diesel ke listrik yaitu dengan penggunaan Automated Stacking Crane (ASC) dan Ship to Shore (STS). “Dengan peralihan ini, kami mampu menghemat anggaran hingga 40 persen dari operasional terminal konvensional. Bahkan kita hitung di Teluk Lamong ini bisa menghemat hingga Rp170 miliar pertahun,” kata Djarwo.
Efisiensi dan konversi energi di Terminal Teluk Lamong juga dilakukan pada lampu penerangan yang menggunakan sumber energy matahari serta penggunaan gas pada truk. Dengan upaya ini, PT Pelindo III tak hanya berharap mampu mengurangi over kapasitas, melainkan juga bisa menghemat daya yang ujung-ujungnya juga bisa mempermurah biaya sandar dan bongkar kapal.
Efisiensi yang dilakukan PT Pelindo III juga mulai bisa dirasakan dengan masih banyaknya kapal yang sandar untuk melakukan bongkar muat di tengah krisis ekonomi yang kini melanda Indonesia. Dari catatan PT Pelindo III, realisasi arus petikemas sepanjang semester 1 tahun 2015, tercatat sebanyak 1.268.158 box atau setara dengan 1.512.433 TEUs. Angka ini tentu stabil jika dibandingkan dengan realisasi paruh tahun 2014 yang tercatat 1.268.723 box atau setara dengan 1.516.558 TEUs.
Selain petikemas, arus barang jenis general cargo dan curah kering juga menunjukkan tren peningkatan. Hingga semester I tahun 2015 tercatat ada 6.698.870 ton curah kargo yang turun di Tanjung perak atau mengalami peningkatan sekitar satu persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebanyak 6.642.547 ton. “Krisis ternyata tak akan berpengaruh jika kita pandai untuk melakukan efisiensi dan penataan,” kata Djarwo.(fik)