Fluktuasi harga pada hasil tanaman tomat disebabkan oleh fluktuasi produksi tomat oleh petani, yang kerap tidak mampu menunjang kestabilan kebutuhan industri, kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto.
“Itu permasalahannya ada pada fluktuasi produksi, otomatis terjadi fluktuasi harga. Sementara industri kan tidak bisa pasokannya bersifat fluktuatif,” kata Panggah di Jakarta, seperti dilansir Antara, Senin (17/8/2015).
Panggah mengatakan, fluktuasi produksi tomat terjadi karena berbagai faktor, antara lain cuaca, pemilihan masa panen dan pengelolaan pascapanen yang dilakukan masih belum optimal.
“Pengelolaan pascapanen itu idealnya dilakukan oleh koperasi petani. Nah, ketersediaan ini tergantung bagaimana koperasi petani bisa mengelola usaha di masa pascapanen,” ujar dia.
Jadi, lanjut Panggah, bantuan pemerintah sesungguhnya dibutuhkan pada bidang ini, baik secara teknologi maupun pelatihan manajemen pengelolaan yang baik.
“Banyak teknologi pengawetan yang bisa dilakukan, misalnya pakai cara pendinginan, pengawetan, atau dengan radio isotop, yang teknologinya aman untuk diterapkan di makanan,” kata Panggah.
Harga tomat di tingkat petani di beberapa daerah, misalnya Desa Sidomukti, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, turun drastis.
Harganya hanya Rp300 hingga Rp500 per kilogram dari sebelumnya Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram.
Akibatnya para petani tomat di lereng Gunung Lawu ini merugi jutaan rupiah karena biaya operasional tidak sesuai dengan hasil panen yang diperkirakan.(ant/iss/ipg)