Bank Indonesia mewaspadai dampak penurunan harga saham di bursa Tiongkok terhadap Indonesia karena negara itu adalah pendorong pertumbuhan ekonomi dunia dan salah satu mitra utama perdagangan Indonesia.
“Kita harus antisipasi karena Tiongkok jadi pusat pertumbuhan ekonomi regional dan dunia. Kalau koreksinya tajam itu bisa ada dampak dan harus diantisipasi karena ada risiko interconnected antara negara,” kata Agus Martowardojo Gubernur BI di Jakarta, Rabu (8/7/2015) malam seperti dilansir Antara.
Agus mengatakan, pertumbuhan pasar modal di Tiongkok sangat mengagumkan dan bisa dikatakan tumbuh sudah sangat tinggi sehingga apabila tergerus sampai 30 persen sejak 12 Juni 2015 lalu, jika dibandingkan pertumbuhan selama setahun terakhir, relatif akan masih tinggi.
Namun, lanjut Agus, yang perlu diperhatikan adalah dampaknya kepada pertumbuhan ekonomi Tiongkok itu sendiri karena akan berpengaruh besar terhadap Indonesia dan dunia seperti ditunjukkan dengan melemahnya harga komoditas dunia karena menurunnya permintaan dari Tiongkok.
“Kalau sekarang terjadi koreksi bahkan bila ada kebijakan menahan harga saham dibeli dan dihold (ditahan) setahun ternyata tetap koreksi, kita waspadai ini. Ekonomi Tiongkok sangat dekat dengan ekonomi Indonesia, kita mesti waspadai kalau ada perlambatan ekonomi Tiongkok,” ujar Agus.
Agus masih optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik pada semester dua mendatang, namun kondisi ekonomi Tiongkok perlu lebih diperhatikan.
“Studi kita kalau pertumbuhan ekonomi Tiongkok sampai tergerus 1 persen, dampak ke pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa 0,4-0,6 persen. Jadi kita betul-betul harus perhatikan,” kata Agus.
Harga saham di Tiongkok terus anjlok pada Rabu (8/7/2015) lalu. Indeks Harga Saham Gabung Shanghai turun hampir 7 persen dan indeks harga saham gabungan Shenzhen turun 4 persen. (ant/dwi)