Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) soroti BUMN yang tidak dilibatkan dalam paket ekonomi Jokowi dalam mencegah pelemahan rupiah. Padahal potensi BUMN sangat strategis mengembalikan kondisi ekonomi nasional segera pulih.
Dalam masa kepemimpinan Rini Soemarno Menteri BUMN ini, uang negara untuk Penyertaan Modal Nasional (PMN) meningkat tinggi tetapi tidak dibarengi dengan deviden ke negara yang meningkat. Justru menurun dan tidak transparan dan akuntabel. Demikian disampaikan Yenny Sucipto Seknas FITRA.
Menurutnya, ada potensi PMN BUMN dijadikan bancakan oleh elit pengusaha dan penguasa karena hingga kini transparansi dan akuntabilitasnya tidak jelas.
“Bahwa, ada kenaikan utang luar negeri dalam tubuh BUMN yang meningkat dan merupakan sektor strategis yaitu sektor keuangan perbankan,” ujar Yenny kepada wartawan, Senin (21/9/2015).
Dia menjelaskan, ada potensi dimasa depan ketergantungan utang BUMN akan diubah menjadi shareswap atau tukar guling saham China di perbankan Indonesia.
“Ini masalah menjual BUMN ke asing. Ada skenario, PMN ditingkatkan, lalu modal meningkat dan diprivatisasi oleh asing. Skenario lainya, privatisasi dengan cara utang luar negeri,” kata dia.
Lebih lanjut Yenny mengatakan, bahwa BUMN dikelola tidak sesuai dengan amanat UU 1945 yaitu pasal 33, tetapi dikelola untuk kelompok dan golongan tertentu.
Karena itu, ia menyarankan agar Jokowi presiden membatalkan perjanjian utang antara Bank BUMN dengan China. Karena berpotensi privatisasi pada esok hari dan menyebabkan campur tangan asing dalam perbankan nasional khususnya bank BUMN.
“Presiden Jokowi harus mengevaluasi Menteri BUMN dan perlu mengganti karena kinerja pengelolaan BUMN tidak berdasarkan konstitusi namun untuk kepentingan asing,” tegasnya.
Yenny mengatakan, Jokowi presiden perlu mengembalikan tata kelola BUMN sesuai amanat konstitusi sebagai tiang penyangga ekonomi nasional.
Sebelumnya Rini Soemarno Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), membawa Direktur Utama dari 3 bank BUMN ke Beijing, China, untuk menandatangani perjanjian utang dengan Bank Pembangunan China (China Development Bank/CBD). Bank China ini memberikan utang senilai USD 3 miliar, atau sekitar Rp 42 triliun kepada PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
Dalam waktu 7 bulan, BUMN akan mendistribusikan 102 triliun untuk Penyertaan Modal Nasional (PMN) yaitu 63 triliun di APBNP 2015 dan 39 triliun di RAPBN 2016.
Keseluruhan BUMN tersebut mempunyai aset Rp. 4.607,2 triliun. Namun hanya menghasilkan laba bersih Rp. 131,7 triliun dan menyumbang deviden sebesar Rp. 40,3 triliun dari 2000-2014. Dan Deviden yang belum terbayarkan ke negara Rp. 500 triliun.
Menteri Rini total akan menambah utang yang akan diberikan China adalah USD 50 miliar, atau setara Rp 650 triliun (asumsi kurs USD 1=Rp 13.000).
“Hasil pemeriksaan atas objek pemeriksaan BUMN dan badan lainnya mengungkapkan 493 temuan yang di dalamnya terdapat 702 permasalahan senilai Rp 8,66 triliun. Permasalahan tersebut meliputi 251 kelemahan sistem pengendalian intern dan 451 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp 8,66 triliun,” pungkas Yenny.(faz/ipg)