Perusahaan angkutan barang di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya bertumbangan karena sulitnya bertahan di tengah kondisi melemahnya rupiah terhadap dolar.
“Sejak tahun 2014 lalu saat satu dolar senilai dengan Rp12 ribu sekian, hingga saat ini satu dolar senilai dengan Rp14 ribu sekian, sebanyak 17 perusahaan angkutan dari 316 perusahaan angkutan telah gulung tikar,” kata Codey Fredy Lamahayu Ketua DPC Organda Khusus Tanjung Perak kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (9/9/2015).
Menurut Codey, salah satu penyebab sulitnya perusahaan angkutan untuk bertahan adalah menurunnya aktifitas ekspor impor antar pulau. “Sangat menurun hingga sekitar 50 persen. Dari 9.000 unit truk di pelabuhan, yang jalan hanya 5000 unit,” katanya.
Setelah gulung tikar, masalah tidak berhenti disitu. Saat hendak menjual armada truknya, juga tidak laku. “Saat ini harga truk ancur-ancuran. Banyak truk yang semula beroperasi di tambang-tambang, sekarang kembali ke kota karena banyak sekali investasi di pertambangan yang turun,” kata Codey.
Ia menilai, saat ini hanya perusahaan yang bermodal kuat saja yang mampu bertahan. “Kemungkinan ke depannya akan lebih banyak perusahaan angkutan yang akan gulung tikar karena modal mereka sedikit, mereka memulainya dari bawah, bahkan ada yang menggunakan kredit,” katanya.
Codey juga mengingatkan para pengusaha angkutan yang baru akan merintis bisnisnya agar selalu memperhitungkan peluang investasinya. Sebab, prospek jasa angkutan barang ke depannya sangat rendah. “Ada double track atau kereta api barang yang dalam sehari bisa 200 kali pulang-pergi dan beroperasi 24 jam dari Surabaya ke Jakarta. Tapi kita masih bisa bersinergi karena kereta api tidak mungkin door to door,” katanya.(iss/ipg)