Ferry Mursyidan Baldan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menyiapkan revisi UU Pajak Bumi dan Bangunan guna memuluskan wacana penghapusan PBB.
“Kami siapkan RUU PBB, kami mengusulkan revisi itu,” kata Ferry seusai rapat kerja dengan Badan Akuntabilitas Publik DPD RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (16/2/2015) seperti dilansir Antara.
Menurut dia, revisi UU PBB perlu dilakukan guna memuluskan wacana mengenai penghapusan PBB bagi pemilik rumah pribadi dan bangunan sosial yang dilontarkannya beberapa waktu lalu.
Revisi UU PBB diperlukan guna mengubah ketentuan wajib pajak yang dikenakan PBB. Penghapusan PBB tidak berlaku bagi pemilik tanah dan bangunan komersil seperti kios, restoran, hotel dan kontrakan.
“Kita enggak urusin pajak, tapi yang kita urusin adalah supaya tidak ada beban yang berlebihan atas tanah. Kami merasa betapa banyak beban-beban yang tidak jelas tentang tanah,” katanya.
Meski PBB kini masuk sebagai kas daerah, Ferry meyakini wacana penghapusan PBB tidak akan berimbas tinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat karena tidak semua pihak mendapat pembebasan PBB.
Lebih lanjut, ia mengatakan realisasi wacana penghapusan pajak paling cepat adalah tahun anggaran 2016.
“Ini kan menyangkut tahun anggaran, paling cepat kalau (wacana) ini goal ya bisa diaplikasikan pada tahun anggaran 2016,” ujarnya.
Pajak Bumi dan Bangunan nantinya akan dipisahkan menjadi dua, yakni pajak bumi dan pajak bangunan. Pemisahan dilakukan sebagai upaya penyederhanaan.
Pajak bumi akan dikenakan hanya satu kali yaitu saat sebidang tanah atau lahan menjadi hak milik seseorang. Ada pun pajak bangunan akan dikenakan setiap tahunnya hanya untuk bangunan komersial seperti kontrakan, kos-kosan, ruko serta restoran.
“Kebun atau lahan usaha lainnya aturannya menyusul. Tapi kami fokus agar rumah pribadi dan bangunan sosial tidak dikenakan pajak. Dalam perspektif kami, ini bisa mengurangi kapitalisasi nilai tanah dan bangunan,” katanya. (ant/dop/ipg)