Kalau industri lain bisa saja ketar ketir dengan minimnya pembangkit listrik milik PLN, tapi tidak berlaku untuk pabrik kertas Tjiwi Kimia.
Sugianto Humas Tjiwi Kimia pada Radio Suara Surabaya menjelaskan, sejak tahun 1992 Tjiwi kimia sudah punya pembangkit listrik sendiri sebesar 70 Megawatt. Kemudian pada 1997 ada penambahan kapasitas 70 Megawatt sehingga saat ini totalnya 140 Megawatt.
“Alasan kami membuat pembangkit sendiri memang menjadi kebutuhan internal sehingga mengharuskan kami untuk membangun pembangkit sendiri,” kata dia.
Selain itu juga untuk mengurangi gangguan eksternal seperti ada gangguan pemadaman sehingga lebih aman. Pembangkit ini juga sebagai sumber uap panas untuk pengeringan kertas.
Sugianto mengakui, tidak ada kesulitan pada proses awal mendirikan pembangkit listrik. Karena Tjiwi Kimia memang memanfaatkan kesempatan yang diberikan pemerintah supaya swasta punya pembangkit sendiri. Meski begitu, Tjiwi kimia masih memanfaatkan pembangkit PLN.
“Kami juga tidak murni lepas dengan PLN dan kami masih punya kontrak power dengan PLN masih 100 Megawatt. Jadi banyak untungnya. Kami punya 140 Megawatt sendiri dan punyak kontrak dengan PLN 100 Megawatt,” ujar dia.
Sugianto juga mengatakan, pihaknya juga mempunyai kerjasama dengan pihak supplyer genset sehingga sampai saat ini tidak pernah ada masalah.
Total kebutuhan listrik Tjiwi Kimia perharinya sebanyak 140 Megawatt kemudian dari PLN rata-rata sekitar 30 Megawatt sampai 40 Megawatt.” Ini tergantung peralatan kami. Kalau peralatan kami sedang ada maintanance, konsumsi listrik kami dari PLN juga lebih besar. Jadi 100 Megawatt ini antara 40-50 persen kita pakai semua,” katanya.
Sugianto Humas Tjiwi Kimia mengatakan, saat ini pabrik kertas di wilayah Mojokerto ini juga sedang membangun pembangkit listrik baru dengan investasi sekitar Rp.2 triliun.
“Untuk pembangkit baru yang dibuat sekitar 90 Megawatt, investasinya sekitar Rp.2-2,5 triliun. Kemungkinan kita akan beroperasi di awal tahun depan,” ujarnya.
Sugianto menekankan, ada banyak keuntungan memilik pembangkit listrik sendiri diantaranya, biaya operasional yang lebih murah, dari sisi safety operasional lebih terjaga karena bisa dilakukan schedule maintanance peralatan pabrik.
“Kalau dengan pihak lain kan kami harus menyesuaikan, tapi kalau punya sendiri kan kita bisa menjadwalkan sesuai dengan kebutuhan kita sendiri. Yang penting kebutuhan untuk steam dan uap panas untuk seluruh pabrik bisa terpenuhi,” tambah dia. (dwi/ipg)