Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Selasa (2/9/2014) pagi bergerak melemah sebesar dua poin menjadi Rp11.695 dibandingkan posisi sebelumnya Rp11.693 per dolar AS.
“Sentimen mengenai ekspektasi kenaikan suku bunga AS (Fed rate) masih menahan laju mata uang rupiah terapresiasi di pasar valuta asing domestik,” ujar Rully Nova Pengamat pasar uang Bank Himpuan Saudara di Jakarta pada Antara.
Ia mengatakan bahwa salah satu indikator AS sebagai acuan untuk menaikan suku bunga cenderung mengalami perbaikan seperti jumlah pekerja yang tumbuh dan inflasi yang menuju target sebesar dua persen, kondisi itu membuat mata uang dolar AS masih diminati pelaku pasar uang.
Dari dalam negeri, menurut Rully Nova, sentimen dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang masih tarik ulur membuat mata uang rupiah masih membebani lajunya untuk berada di area positif.
“Kalangan pelaku pasar mengharapkan adanya kepastian kenaikan BBM subsidi karena hal itu akan positif bagi neraca transaksi berjalan Indonesia ke depannya sehingga peluang rupiah naik secara konsisten akan terbuka,” katanya.
Ia mengatakan bahwa dengan menaikan harga BBM subsidi maka jumlah defisit neraca transaksi berjalan Indonesia bisa digerus dan ruang fiskal pemerintah Indonesia dapat melebar sehingga membantu pertumbuhan ekonomi ke depannya.
“Saat ini ruang fiskal Indonesia cukup sempit sehingga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depannya akan terkendala,” katanya.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa level nilai tukar rupiah saat ini di kisaran Rp11.600-Rp11.700 per dolar AS masih cukup stabil. Kondisi itu seiring dengan adanya penjagaan Bank Indonesia di pasar uang domestik. (ant/dwi)