Pemerintah memastikan proses penentuan lifting serta bagi hasil minyak dan gas bagi daerah penghasil sudah dilakukan transparan dan akuntabel. Bahkan setiap tiga bulan sekali, sebanyak 70 daerah penghasil migas di seluruh Indonesia juga selalu diundang dalam rapat rekonsiliasi lifting dan dana bagi hasil.
“Forum tiga bulanan ini sangat baik jika dimanfaatkan. Silakan bertanya sampai puas jika ada yang belum dimengerti,” kata Arief Sukma Widjaja Kepala SKK Migas Java, Bali, Madura and Nusa Tenggara (Jabamanusa), Senin (9/6/2014).
Arief mengakui hingga kini memang masih ada daerah penghasil migas yang mempersoalkan mengapa dana bagi hasil migas yang diterimanya turun dibanding tahun sebelumnya. Padahal, penerimaan dana bagi hasil memang akan fluktuatif bergantung naik turunnya produksi dan harga jual migas.
Detail paramater perhitungan lifting sebenarnya juga sudah sering dijelaskan. Misalnya, kalau produksi migasnya turun, maka dana bagi hasilnya juga akan turun. Apalagi jika harga jual minyaknya juga turun.
Sementara itu, Supriadi Sinaga, Kasubdit Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan mengatakan pertanyaan yang selalu muncul dari daerah sebenarnya sangatlah wajar. Bahkan pemerintah pusat sendiri juga selalu mempertanyakan perhitungan lifting.
“Pemerintah daerah tidak sendirian, pemerintah pusat pun punya kepentingan agar perhitungan lifting akurat. Itulah mengapa ada proses rekonsiliasi lifting dan dana bagi hasil tiap tiga bulan sekali. Karena itulah kami ikut memastikan perhitungan lifting itu sudah benar,” kata dia.
Meski memastikan proses penentuan lifting dan dana bagi hasil sudah dilakukan transparan dan akuntabel namun SKK Migas siap mendukung Kementerian ESDM cq Dirjen Migas mengkoordinasikan kunjungan pemerintah daerah ke daerah penghasil, termasuk ke fasilitas produksi migas.
“Selama ini beberapa daerah produksi sudah difasilitasi untuk mengetahui proses lifting secara langsung di daerah produksi mereka. Tidak ada masalah, SKK Migas siap mendukung Kementerian ESDM,” kata Arief Sukma Wijaja.
Di pihak lain, Gde Pradnyana Sekretaris SKK Migas mengharapkan daerah penghasil migas menyadari industri migas bersifat ekstratif, punya batas umur. Karena itu, dana bagi hasil dari industri migas haruslah bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang.
“Contohlah Bali. Bali itu nggak punya industri migas, tapi ekonomi di Bali baik-baik saja. Karena itu jangan hanya berfikir tentang berapa banyak dana bagi hasil tahun ini, tetapi dana bagi hasil itu akan dimanfaatkan untuk apa agar bisa menyejahterakan masyarakat, khususnya masyarakat di daerah produksi,” kata Gde. (fik/dwi)