Negara dikategorikan bahaya kalau pangan sudah tergantung impor. Ini ditegaskan Profesor Andreas Santosa Guru Besar bidang pangan Institut Pertanian Bogor dalam diskusi Semangat Kebangsaan ‘Peluang dan Tantangan Dalam Masyarakat Asean dan Pasar Terbuka’ di Ryamizard Institute, jalan Terusan Hang Lekir IV no 42, Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2014).
Andreas menjelaskan, dengan ketergantungan impor pangan, maka pada titik itu harga pangan melonjak tinggi.
Dengan harga melonjak tinggi, otomatis akan berpengaruh pada masalah-masalah lain, yang bisa juga menyebabkan kerusuhan-kerusuhan sosial.
“Saya contohkan tahun 2008 itu terjadi krisis pangan dunia yang menimpa 36 negara, dan mengakibatkan kerusuhan – kerusuhan sosial,” ujar Andreas.
Dia menegaskan, kejadian krisis pangan juga berulang kembali pada tahun 2010 dan 2011 serta terakhir merembet ke timur tengah yang biasa disebut Arab Spring, sehingga menyebabkan pergantian rezim.
Kalau di Indonesia pernah terjadi krisis pada 1998 yang juga merembet ke letupan-letupan kecil, dan pada akhirnya besar, sehingga membuat pergantian rezim juga yaitu Soeharto.
Andreas menjelaskan Pangan merupakan kebutuhan yang lebih penting dari pada minyak.
Ancaman ketahanan pangan, lanjut Andreas kalau ada asing maupun trans nasional corp yang menguasai pangan.
Artinya, kebutuhan-kebutuhan pertanian yang seharusnya dikuasai petani, tetapi sudah beralih ke korporasi.
“Benih dulu dikuasai petani, tetapi sekarang dikuasai corporate. Bahkan sekarang ini bahan-bahan pangan, termasuk benih dan pupuk 90 persen dikuasai corporate,” papar Andreas.(faz/ipg)
Teks Foto:
– Profesor Andreas Santosa Guru Besar bidang pangan Institut Pertanian Bogor.
Foto: Faiz suarasurabaya.net
–