Jamhadi, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya mengatakan kenaikan harga elpiji 12 kilogram dapat menurunkan angka penjualan sejumlah produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Penyebabnya, kenaikan harga elpiji 12 kilogram dan tarif listrik sama-sama terjadi pada semester kedua tahun ini. Kondisi itu otomatis akan sedikit melemahkan daya beli konsumen,” katanya, di Surabaya, Selasa (16/9/2014)
Penurunan daya beli itu, kata dia, mencapai sebesar 15-20 persen selama beberapa waktu tertentu, khususnya terhadap penyerapan beragam produk UMKM.
“Kenaikan harga ini sangat terasa bagi pengusaha UMKM terutama mereka yang bergerak di bidang makanan minuman,” ujarnya.
Tjahjono Haryono, Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jatim mengemukakan kenaikan harga elpiji dan tarif tenaga listrik justru tidak berdampak terhadap daya beli konsumen.
“Pada semester kedua ini, kenaikan tarif listrik berlaku untuk rumah tangga dengan daya 1.300 VA ke atas,” katanya.
Ia mengatakan pada umumnya elpiji 12 kilogram digunakan oleh masyarakat dari kalangan kelas menengah dan atas. Dengan demikian, ia optimistis kebijakan pemerintah tersebut tak akan mengganggu pola konsumsi masyarakat.
“Saat ini saja, beli makan di luar sudah bukan sekadar gaya hidup tetapi kebutuhan,” katanya.
Ia mencontohkan tentang masyarakat yang memiliki pekerjaan tertentu dan mengharuskan mereka bertemu dengan klien di kafe.
Oleh sebab itu pada semester kedua tahun ini, perkembangan bisnis kuliner diperkirakan tetap tumbuh.
“Untuk pengusaha kuliner skala kecil memang kenaikan harga elpiji 12 kilogram akan berdampak terhadap bisnis, tapi tidak signifikan. Apalagi, biaya untuk energi hanya menyumbang enam hingga tujuh persen dari keseluruhan komponen pembentuk harga,” katanya yang dikutip dari Antara. (ant/ain)