Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berharap dapat menuntaskan tinjauan pemeriksaan terhadap PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada Oktober 2014, agar dapat menyimpulkan acuan harga jual solar untuk kedua BUMN itu.
“Mudah-mudahan selesai sebelum 20 Oktober, tapi kami tidak akan memaksakan untuk segera selesai,” kata Gatot Darmasto, Deputi Akuntan Negara BPKP di Gedung DPR di Jakarta pada Rabu (17/9/2014).
Gatot mengatakan, sesuai permintaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hasil tinjauan ini nantinya akan menjadi acuan bagi Pertamina untuk menjual solar ke PLN.
Kemudian, Kemenkeu yang akan berperan sebagai mediator bagi kedua BUMN itu dalam menggunakan tinjauan BPKP untuk menentukan harga jual solar.
“Kami me-‘review’ untuk menemukan suatu harga yang pas. Selanjutnya akan dimediasi oleh Kemenkeu,” ujar dia yang dilansir Antara.
Menurut Gatot, harga yang disepakati Pertamina dan PLN nantinya bisa saja tidak sesuai acuan yang diberikan BPKP, karena kedua BUMN tersebut tentu juga menggunakan landasan business to business (b to b)
.
“Itu nanti Kemenkeu yang melihat. Kami mengkaji dari dari sisi profesionalitas dan independen. Tidak melihat segala macam lainnya,” ujar dia.
Namun, Gatot meyakini harga jual akhir yang disepakati BUMN tersebut tidak akan jauh dari acuan besaran yang ditentukan BPKP. “99 persen acuan kami selalu digunakan,” kata dia.
Gatot enggan menjelaskan mengenai hasil tinjauan yang dilakukan BPKP. Dia berdalih, proses tinjauan masih memerlukan berbagai tahapan.
Dengan berbagai variabel seperti perubahan nilai tukar rupiah, dan harga minyak mentah Indonesia (ICP), besaran harga jual itu juga akan berubah, kata dia.
“Naik atau turun besarannya belum bisa saya jelaskan,” ujarnya.
Kisruh solar antara dua perusahaan pelat merah tersebut mencuat, karena Pertamina menyatakan akan menghentikan pasokan solar ke pembangkit-pembangkit listrik PLN. Penghentian pasokan tersebut karena PLN tidak membayar harga solar sesuai dengan kesepakatan berdasarkan kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelumnya.
PT PLN sebelumnya menyatakan Pertamina ingin perubahan harga dihitung sejak 2013 hingga semester I 2014. Pada semester I 2014, Pertamina mengaku menanggung kerugian mencapai 45 juta dolar AS karena menjual solar tidak pada harga keekonomian. (ant/ain)