Jumat, 22 November 2024
Upaya PT Pelabuhan Indonesia III

Agar Tol Laut Segera Terwujud

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan
Petikemas yang ke satu juta TEUs, diturunkan dari sebuah kapal di Terminal Berlian.

Tak ada yang istimewa dari petikemas milik MV Mentaya River yang sandar di Terminal Berlian, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Minggu (23/11/2014) sore. Lazimnya petikemas biasa, bentuk dan ukuran petikemas yang dibawa dari Pelabuhan Banjarmasin itu seperti petikemas kebanyakan, dengan panjang 20 kaki atau setara 1 TEUs (Twenty Foot Equivalent Unit, standar ukur petikemas).

Namun, bagi Terminal Berlian, petikemas di atas kapal milik PT Meratus Line itu ternyata sangat bermakna. Dari petikemas bernomor registrasi MRPU 2046335 inilah, Terminal Berlian mampu mencapai rekor bongkar muat mencapai 1 juta TEUs petikemas, selama 13 tahun sejak terminal ini didirikan.

Capaian 1 juta TEUs ini tergolong istimewa jika dibanding kemampuan yang dimiliki Berlian. Dengan luas terminal yang hanya 7,5 hektar dan panjang tambatan 1620 meter, Terminal Berlian termasuk cukup kecil dibandingkan terminal lainnya.

Meski kecil, Terminal Berlian ternyata menjadi tumpuan di Tanjung Perak. Kemampuan menghandle bongkar muat yang dilakukan bahkan mencapai 33,13 persen dari total kegiatan handling petikemas secara keseluruhan di Pelabuhan Tanjung Perak.

Tak hanya itu, rute kapal yang dilayanni terminal milik PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI) ini juga cukup besar dan mencapai 36 kota tujuan yaitu dua kota untuk Indonesia Barat dan 34 kota tujuan Indonesia Timur.

Kecilnya ukuran Terminal Berlian bisa dilihat jika dibandingkan dengan terminal lain di dunia yang juga telah sama-sama mampu mencapai lebih dari 1 juta TEUs. Malta Freeport yang merupakan salah satu terminal laut besar di Malta misalnya, saat ini memiliki luas 22 hektar. Meski begitu, Malta hanya memiliki kapasitas 125 ribu TEUs petikemas dari tiap hektar lahan yang dimiliki.

Bahkan Port of Savannah di Amerika hanya memiliki kapasitas enam ribu TEUs tiap hektarnya. Sedangkan Terminal Berlian, saat ini mampu mencapai 133 ribu TEUs dari tiap hektar lahan yang dimiliki, sebuah angka yang menurut data adalah yang terbesar di Dunia.

“Ini luar biasa, terminal domestik di Makassar saja hingga saat ini hanya mampu sekitar 600 ribu TEUs, sedangkan di Berlian sudah mencapai sejuta TEUs,” ujar Steven H. Lasawengen, Ketua DPC Indonesia National Ship-owner Asociation (INSA) Surabaya, di sela-sela selebrasi 1 juta TEUs Terminal Berlian, Rabu (26/11/2014).

Dengan capaian ini, kata Steven, tidak ada lagi alasan bagi pemilik kapal untuk tidak melakukan bongkar muat di terminal ini. Capaian ini juga bukti jika Berlian merupakan terminal terproduktif yang ada di Tanjung Perak dan mampu memacu terminal lainnya meningkatkan produktifitas serta memperbaiki layanan.

Putut Sri Muljanto, Direktur Utama PT BJTI mengatakan, dengan capaian ini, dirinya optimis Terminal Berlian mampu menjadi garda terdepan untuk mendukung program utama pemerintah Joko Widodo yaitu pembangunan Tol Laut.

Ada beberapa upaya yang telah dilakukan untuk mewujudkan target ini. Selain optimalisasi 24 jam kerja, PT BJTI juga mewajibkan seluruh operator alat utama bongkar muat datang 30 menit sebelum pergantian shift. “Tiap hari kami juga meeting dengan pelanggan untuk mengatur jadwal bongkar muat kapal, sehingga semua bisa terjadwal dan terukur,” kata dia.

Terminal Berlian, juga segera menambah luas terminal dengan pengembangan 5 hektar lahan. Dana sebesar Rp300 miliar juga telah disiapkan untuk pembebasan lahan dan pengadaan peralatan bongkar muat. Dengan penambahan ini, Terminal berlian ditargetkan mampu mencapai 1,5 juta TEUs pada akhir 2018 mendatang. “Kami punya hitungannya, pertumbuhan petikemas domestik itu 9 persen pertahun, jadi pertahun ada 100 ribuan, sehingga selama empat tahun kita bisa mencapai 1,5 juta TEUs,” kata Putut.

Untuk mencapai target ini, sistem internal terus diperbaiki. Meski otoritas pelabuhan memberi batasan waktu 30 hari untuk dwelling time atau batas penumpukan petikemas di pelabuhan, tapi Terminal Berlian memberlakukan batasan maksimal hanya empat hari sehingga waktu bisa lebih sempit.

Capaian 1 juta TEUs ini, tidak akan bisa terwujud jika Berlian tidak fokus pada petikemas. Beruntung, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III, sebagai pemilik PT BJTI, menerapkan klasterisasi atau penataan ruang bongkar muat (dedicated area) terminal. Terminal Berlian, kini tak lagi melayani curah kering maupun petikemas internasional, sehingga bisa fokus untuk petikemas domestik.

Di Pelabuhan Tanjung Perak, Pelindo III dan anak usahanya saat ini mengoperasikan beberapa terminal laut diantaranya Jamrud, Nilam, Mirah, Kalimas, Berlian, Terminal Petikemas Surabaya (TPS), dan Terminal Teluk Lamong.

Djarwo Surjanto, Direktur Utama PT Pelindo III mengatakan, salah satu cara untuk mendukung program Tol Laut adalah dengan mengkhususkan Terminal Berlian dan TPS untuk bongkar muat petikemas. Lantas Jamrud Utara khusus curah kering dan general cargo Internasional; Jamrud Barat untuk curah kering internasional; serta Jamrud Selatan untuk general cargo dan curah kering domestik.

Selain itu, penataan juga dilakukan di Terminal Mirah yang saat ini difokuskan untuk kegiatan general cargo domestic, roro terminal, dan project cargo. Sedangkan Terminal Nilam digunakan untuk petikemas domestik, curah cair dan general cargo.

“Penataan ini akan membantu merealisasikan program Tol Laut, karena distribusi barang akan jadi jelas. Kami juga membuka persaingan bagi pengelola terminal untuk bersaing dalam kualitas pelayanan. Biarkan pengguna jasa langsung melakukan pembicaraan business to business dengan operator dermaga,” kata dia. Djarwo juga mengaku siap membantu Otoritas Pelabuhan sebagai regulator untuk melakukan peningkatan pengawasan sehingga pengaturan distribusi logistik bisa tersusun dengan baik.

Dengan penataan ini pula, Djarwo menargetkan 3 juta TEUs arus petikemas bisa tercapai di seluruh terminal yang ada di Tanjung Perak pada akhir tahun 2014 ini. Target ini bukanlah angka yang mustahil, apalagi Terminal Teluk Lamong sejak Rabu (12/11/2014) juga telah resmi beroperasi.

Dengan anggaran pembangunan sebesar Rp4,1 triliun, Terminal Teluk Lamong didesain menjadi green port dengan berbagai peralatan yang serba otomatis. Bahkan crane yang digunakan juga masuk kategori Automatic Stacking Crane. Untuk tahap awal ini, Teluk Lamong didesain mampu menampung 1 juta TEUs petikemas.

Selain Terminal Teluk Lamong, untuk meningkatkan kapasitas dan mempermudah alur distribusi guna mendukung program Tol Laut, pada bulan April 2015 mendatang juga akan mulai dioperasikan Dermaga Pelabuhan Manyar serta kawasan industrinya yang dikenal dengan sebutan JIIPE (Java Integrated Industrial Port Estate). Saat ini bahkan juga dilakukan proses penambahan peralatan bongkar muat seperti Container Crane (CC), Harbour Mobile Crane (HMC), RTG, Fixed Crane dan peralatan pendukung lainnya.

Revitalisasi dan pendalaman Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) hingga minus 13 meter low water spring (LWS/di bawah permukaan air luat) juga terus dilakukan dan diharapkan bisa rampung pada Maret 2015 mendatang. “Jika alur sudah dalam, draft masuk kapal bisa dikontrol sehingga bisa menaikkan traffic petikemas yang masuk maupun keluar dari Tanjung Perak,” kata dia.

Tak hanya itu, pelayanan windows system on schedule juga diterapkan. Dengan sistem ini, kepastian waktu sandar kapal semakin jelas dan dapat meningkatkan kunjungan kapal dengan target Turn Round Voyage (TRV) 5 hari.

Dukung Program Tol Laut

Djarwo Surjanto mengatakan, Revitalisasi APBS, klasterisasi terminal dan mulai beroperasinya Terminal Teluk Lamong serta rencana pengeoperasian Dermaga Manyar, tidak semata untuk meningkatkan bisnis perusahaan. Dukungan bagi program Tol Laut yang menjadi andalan Presiden Joko Widodo, adalah tujuannya.

Menurut dia, konsep Tol Laut adalah bagaimana bisa meningkatkan konektivitas antar kepulauan di Indonesia dengan mengoptimalkan peran pelabuhan. Selama ini arus logistik memang terpusat di beberapa daerah tertentu sehingga terjadi ketimpangan antara wilayah Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur.

Kurangnya konektivitas jalur logistik di Indonesia menyebabkan Logistic Performance Index (LPI) yang dirilis World Bank pada tahun 2014 menempatkan Indonesia berada di peringkat 53 dunia di bawah Singapura (peringkat 5), Malaysia (peringkat 25), dan Thailand (peringkat 35).

“Indonesia sebenarnya sudah mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 yang hanya berada di peringkat 75 dunia,” kata dia. Dengan demikian, peringkat persebaran logistik di Indonesia sebenarnya sudah mulai membaik, meski harus terus dipacu. Caranya ? konsep Tol Laut harus segera dijalankan.

Di internal PT Pelindo I, II, III, dan IV, kata dia, langkah ini sudah tertuang dalam konsep pendulum nusantara yang di dalamnya telah disepakati untuk meningkatkan kualitas layanan dan tarif yang sama di empat pelabuhan besar yaitu Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Makassar, dan Pelabuhan Sorong (Papua).

Selain konsep pendulum nusantara, masing-masing Pelindo juga melakukan upaya untuk meningkatkan kapasitas dan layanan pelabuhan. PT Pelindo III misalnya, saat ini sudah membangun Terminal Teluk Lamong, Pelabuhan manyar lengkap dengan Java Integrated Industrial and Port Estate, merevitalisasi APBS, memperdalam Dermaga Kalimas, serta melakukan klasterisasi terminal.

“Jika performa logistik Indonesia membaik, harga-harga kebutuhan pokok otomatis akan lebih terjangkau dan perbedaan antara Indonesia barat dan timur secara perlahan akan berkurang,” ujarnya.

Sementara itu, Andrinof Chaniago, Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas mengatakan, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki ribuan pelabuhan yang siap menjadi penghubung antar wilayah dari seluruh penjuru nusantara.

Karenanya, sangat penting segera dilakukan pengembangan prasarana pelabuhan, peningkatan sarana angkutan laut, pembenahan sistem manajemen, peningkatan SDM, dan pengembangan prasarana dan sarana multimoda agar Tol Laut bisa berjalan sesuai harapan.

“Tol Laut ini murni untuk menghilangkan kesenjangan, agar distribusi barang tidak terkonsentrasi di wilayah tertentu saja. Harga barang di Papua saat ini sangat tinggi karena sulitnya akses distribusi ke sana,” kata dia. Karenanya, konsep Tol Laut ini diharapkan mampu mengatasi inefisiensi pelabuhan.

Kini, Tol Laut yang telah dicanangkan pemerintah mulai dijalankan. Tanjung Perak sebagai pelabuhan tersibuk kedua di Indonesia setelah Tanjung Priok, sudah siap menjalankan program ini. Terminal Berlian yang kini telah mampu menembus 1 juta TEUs adalah salah satu buktinya.

Aneka inovasi dan kebijakan yang telah diputuskan PT Pelindo III diharapkan mampu memberikan standar pelayanan yang jelas, cepat dan transparan. Begitu juga, pelabuhan lainnya di Indonesia juga harus ikut berbenah, “Sehingga Tol Laut sebagai poros maritim Indonesia benar-benar segera terwujud,” kata Djarwo Surjanto, Direktur Utama PT Pelindo III. (fik)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs