Menutup tahun 2016, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Jawa Timur menggelar acara bertajuk Refleksi Media. Acara yang digelar di Aula FISIP, Universitas Bhayangkara, Surabaya (29/12/2016) ini merupakan ajang bagi ISKI untuk menyampaikan pesan kepada publik berkaitan dengan kajian perkembangan media massa dan penggunaan medsos selama ini.
Dalam pertemuan kali ini, hardir sejumlah pakar komunikasi, diantaranya Suko Widodo (pengajar ilmu komunikasi Unair), Zulaikah (Komisi Informasi Publik), serta Fajar Isnugroho (mantan KPI Pusat).
Dalam pertemuan tersebut, Suko Widodo, selaku Ketua I ISKI Jawa Timur membacakan lima notulensi perkembangan media yang diamati dalam setahun ini. “Saat ini telah terjadi transformasi dalam dunia media massa, media sosial menjelma sebagai kekuatan baru, negara mengontrol publik melalui UU ITE, kepemilikan media massa bercampur dengan politik oligarhi dan lemahnya unsur obyektivitas media,” kata Suko Widodo.
Menurut Suko, ikhwal yang perlu menjadi perhatian adalah etika bermedia sosial yang perlu dikembangkan. Jika tidak, medsos bukannya menjadi penyatu hubungan, tetapi malah menimbulkan konflik. Kelima notulensi ini menjadi peringatan ISKI Jawa Timur bagi publik agar bisa menyikapi media massa maupun media sosial dengan bijak.
Sementara itu Yayan Sakti, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Unair menyatakan keprihatinan terhadap praktik media massa selama ini. Menurutnya, media massa mendapat saingan baru, yakni media sosial. “Ini karena medsos memiliki kelebihan dalam kecepatan dan kepraktisannya menyebarkan informasi,” ujarnya.
Fitria Widiyani Roosinda, sekretaris ISKI Jawa Timur mengatakan, menghadapi fenomena baru ini, maka ISKI akan menggandeng berbagai pihak. Apalagi selama beberapa tahun terakhir telah terjadi perubahan mendasar dalam praktik bermedia dan perubahan perilaku masyarakat bermedia sosial. Perubahan-perubahan tersebut secara otomatis membawa perubahan implikasi dalam kehidupan sosial.
Berdasarkan pengamatan ISKI Jawa Timur, maka berikut catatan atau notulensi media di akhir tahun 2016:
1. Telah terjadi transformasi yang luar biasa dalam konteks bermedia saat ini. Media massa tidak lagi berupa media konvensional (radio, televisi, cetak), tetapi media sosial telah berperan menjadi media massa. Definisi “massa” telah bergeser maknanya. Media sosial telah membawa konsep massa dalam ranah virtual.
2. Media sosial menjadi kekuatan komunal baru. Kalau pers selama ini dijuluki the fourth estate maka ini bergeser kepada media sosial. Komunal power sekarang menjadi kekuatan control and surveilence atau pengawas baru bagi tindakan komunikasi dua personal.
3. Kontrol dan pengawasan negara pun bergeser dulunya lebih banyak ke media massa mainstream kini mengarah ke media sosial. UU ITE diperkuat dan kekuasaan Negara diperkuat. Sehingga konsep ruang publik virtual menjadi goyah
4. Kepemilikan media dan bercampurnya kekuatan politik oligarkhi (penguasa-pengusaha) semakin kuat. Para pemilik media yang notabene pengusaha-pengusaha kelas kakap bermain dalam praktik politik praktis. Independensi dan objektifitas media menjadi rawan dan terabaikan
5. Ke depan media Indonesia akan jauh dari unsur-unsur objektif dan independen karena pemilik media semakin jelas sikap dan arah politik praktisnya. Media menjadi alat pemilik untuk mencapai political interest-nya. (fik)