Sabtu, 23 November 2024

Pasal Penghinaan Parlemen UU MD3 Berpotensi Membungkam Kritik Publik

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Foto: Faiz suarasurabaya.net

DPR RI sudah mengesahkan revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (12/2/2018).

Dengan persetujuan delapan fraksi, ada 14 pasal yang diubah, salah satunya Pasal 122 tentang Penghinaan Parlemen.

Dalam pasal itu, legislator bisa mengambil langkah hukum memidanakan pihak-pihak yang dinilai merendahkan kehormatan institusi atau anggota DPR.

Pasal itu pun langsung menjadi kontroversi karena berpotensi membungkam kritik publik, terhadap kualitas kinerja wakil rakyat di parlemen.

Walau sudah disahkan, Irma Suryani Chaniago Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR tetap merasa keberatan dengan pasal antikritik tersebut.

Menurutnya, rakyat punya hak untuk mengkritik anggota dewan. Tapi, sangat disayangkan kalau sampai kritik itu dibalas dengan pemidanaan.

“Kontrol sistem yang efektif itu ada pada rakyat. Tapi, kenapa sekarang ada aturan yang berpotensi membuat anggota dewan berhadapan dengan rakyat? Anggota DPR kan wakil rakyat, tapi nanti bisa berhadapan dengan rakyat yang menuntut haknya. Aturan itu sangat aneh,” ujarnya dalam diskusi publik soal revisi UU MD3, Sabtu (17/2/2018), di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Maka dari itu, Irma Suryani mendukung masyarakat yang mengajukan judicial review Pasal 122 UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, Prof. Dr. Satya Arinanto Guru Besar Hukum Tata Negara UI menilai, penerapan pasal Penghinaan Parlemen merupakan sebuah kemunduran dalam proses demokrasi di Indonesia.

Sekadar diketahui, dari sepuluh fraksi di DPR, ada dua fraksi yang menolak revisi UU MD3, yaitu Fraksi PPP dan Fraksi Nasdem.

Dalam rapat paripurna pengambilan keputusan, para anggota Fraksi PPP dan Nasdem melakukan aksi walk out sebagai bentuk penolakan. (rid/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs