Indonesia memiliki 10.000 komunitas yang tersebar di 24 provinsi. Mereka aktif dan peduli dalam penanggulangan sampah plastik atau menjaga kebersihan pesisir pantai, yang salah satu tujuannya menarik kunjungan wistawan domestik dan mancanegara.
Safri Burhanudin Deputi IV Bidang Koordinator SDM, Iptek dan Kebudayaan Maritim dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman di Kuta, Sabtu (24/2/2018) mengatakan, ribuan komunitas ini sebagai ujung tombak pelestarian lingkungan yang ada di masing-masing daerah.
“Salah satunya Bali yang memiliki komunitas perduli kebersihan pantai ini dengan rutin beraksi membersihkan sampah di pesisir pantai,” ujar Burhanuddin, dalam kampanye kebersihan pantai oleh komunitas Satu Pulau Satu Suara seperti dilansir Antara.
Ia mengatakan, masing-masing komunitas jumlah anggotanya bisa mencapai 100-200 orang yang aktif peduli terhadap lingkungannya dan diharapkan jumlahnya terus bertambah.
“Hal ini juga sudah menjadi komitmen presiden di G-20 untuk mengurangi plastik laut dengan didukung aksi nyata dari pemerintah pusat, provinsi dan masyarakat,” ujarnya di sela-sela kampanye Satu Pulau Satu Suara dengan aksi bersih-bersih di Pantai Legian itu.
Selain itu, pihaknya mendorong keberadaan komunitas ini dapat mengurangi sampah di perairan Indonesia hingga 70 persen, bahkan pemerintah pusat menargetkan pada 2025 untuk Indonesia bebas dari sampah plastik.
Oleh karena itu, pada 2018 ini banyak riset tentang plastik laut dengan mencari tahu berapa data terbaru dan akan melakukan uji tiap tahun, apakah terjadi penambahan jumlah plastik atau sebaliknya.
Berdasarkan data, Indonesia produksi sampah plastik 5,6 juta ton per tahun dan yang bisa digunakan kembali menjadi pupuk 3,3 juta ton, dapat didaur ulang kembali sekitar 1,6 juta dan sisanya 170.000 ton per tahun yang diperkirakan berada di mana-mana.
Indonesia juga ditempatkan di posisi kedua dalam hal produksi sampah plastik di laut.
“Salah satu contoh sampah yang berhasil dikumpulkan dapat didaur ulang menjadi aspal yang telah dicoba oleh Universitas Udayana. Kalau semua sampah dibuang ke TPA, tidak akan menyelesaikan masalah dan akan terus menumpuk,” katanya.
Pihaknya juga mendukung, usulan terakhir dan disetujui pemerintah Provinsi Bali agar pada 2018, TPA Suwung di Denpasar dibangun menjadi TPA berorientasi energi atau pembangkit listrik tenaga sampah.
“Dengan adanya hal ini akan mengakhiri semua keberadaan sampah yang tidak bisa didaur ulang,” katanya. (ant/dwi/ipg)