Isu radikalisme yang berkembang di tengah masyarakat direspon serius oleh Pemerintah Indonesia. Tapi, sejumlah kalangan menilai pemerintah tidak punya standar yang jelas dalam upaya memberantas radikalisme.
Menurut Jazilul Fawaid Wakil Ketua MPR RI, Pemerintah harus mendefinisikan isu radikalisme dengan jelas, sehingga ada batasan yang tegas.
Pernyataan itu disampaikan Jazilul, usai melakukan silaturahim dan sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Sabtu (7/12/2019), di Ruang Serba Guna Djoglo Kedjajan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
“Radikalisme yang harus diperangi adalah faham yang memusuhi negara. Kalau dibiarkan berkembang, Indonesia bisa seperti negara lain di mana rakyatnya tidak percaya dengan pemerintah, kemudian menggunakan simbol-simbol agama untuk membenci negara,” ujarnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut mengatakan, kelompok/gerakan anti negara bisa beragam bentuk dan tujuannya, bisa jadi berupaya mengganti jadi negara agama, negara liberal, sekuler dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, Jazilul bilang, dengan pesatnya perkembangan teknologi dan derasnya arus informasi, ternyata masih ada anak-anak muda yang kurang memahami asal-usul NKRI, lalu dengan mudahnya mengatakan negara ini rusak, kacau, bahkan menyebut dengan istilah thogut.
“Sekarang ini muncul anak-anak muda yang tidak terlalu mengerti sejarah asal usul Negara Indonesia, gampang sekali bilang negara ini rusak, negara ini kacau, negara ini dajjal atau thogut,” katanya.
Untuk menekan perkembangan faham radikalisme yang berpotensi mengancam keutuhan NKRI, Jazilul menegaskan, negara harus memperbaiki pelayanan kepada rakyat, dan mempercepat kemakmuran.
“Kalau cuma direspon dengan diskusi atau seminar mengenai radikalisme saja, tapi kemiskinan bertambah dan ketidakadilan semakin mencolok, tentu persoalan itu tidak akan selesai,” pungkasnya.(rid/tin)