Selasa, 26 November 2024

Korban Aksi Teror Sampaikan Sederet Keluhan kepada Pemerintah

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Monumen Bom Bali. Foto: Google

Khusnul Khotimah seorang korban Bom Bali I tahun 2002, terpaksa menjalani sisa hidupnya dengan cacat fisik akibat luka bakar di sekujur tubuhnya.

Perempuan berusia 48 tahun itu juga harus rela rutin bolak-balik ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan.

Tapi, Khusnul mengeluhkan program pelayanan kesehatan yang selama ini belum bisa menanggung seluruh biaya pengobatannya.

Selain itu, dia juga berharap pemerintah mempermudah layanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya para korban aksi teror (penyintas).

“Saya diberi Kartu Indonesia Sehat (KIS) sama Pak Jokowi bulan Juni 2017. Sudah saya coba ke RS tapi ditolak dengan alasan saya mau suntik keloid yang masuk kategori kecantikan, jadi (biaya) enggak dianggung KIS,” ujarnya dalam forum Silaturahmi Kebangsaan NKRI yang digelar BNPT, Rabu (28/2/2018), di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.

Ibu tiga orang anak itu pun berharap, Menteri Kesehatan memberi solusi supaya dia dan penyintas lainnya yang cacat permanen mendapat tanggungan kesehatan tanpa batasan biaya.

“Selama 15 tahun, saya melakukan pengobatan dengan biaya sendiri,” tegasnya.

Dalam forum yang sama, Vivi Normasari korban bom Hotel JW Marriott tahun 2003 juga mengungkapkan keluhan seperti Khusnul Khotimah.

Menurutnya, dari total 1.107 korban peristiwa seperti Bom Bali, Kuningan, Thamrin dan Kampung Melayu, di Jakarta tercatat baru tiga orang yang mendapatkan hak pengobatan.

“Sebetulnya ada tiga permintaan dari penyintas. Pertama, kepada Kementerian Kesehatan, sampai sekarang hanya sebagian kecil yang mendapatkan pelayanan kesehatan,” ucapnya.

Kemudian, kepada Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Vivi mengatakan penyintas memerlukan bantuan seperti pelatihan kewirausahaan.

“Karena kami banyak yang mengalami kecacatan fisik maka kami memerlukan bantuan mungkin berupa pelatihan kewirausahaan. Selama ini terus terang banyak yang menganggur dan sama sekali belum tersentuh psikososialnya,” imbuhnya.

Lalu, pesan untuk Menteri ketenagakerjaan, Vivi yang mewakili penyintas berharap Kementerian Ketenagakerjaan membantu korban yang berusia produktif, seperti memberi pekerjaan di kantor pemerintahan, sesuai latar pendidikan dan pengalamannya.

“Untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kami mohon bantuan beasiswa kepada para korban khususnya anak-anak agar bisa mendapatkan tunjangan pendidikan sampai perguruan tinggi,” tandasnya.

Sekadar diketahui, Silaturahmi Kebangsaan NKRI diharapkan menjadi wadah bagi para mantan napi terorisme dan korban, untuk menyampaikan saran yang bermanfaat buat pemerintah dalam upaya menanggulangi masalah terorisme. (rid/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Selasa, 26 November 2024
26o
Kurs