Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR menyesalkan sikap Presiden yang seakan-akan tidak memiliki pemahaman terhadap UU MD3 yang sudah disahkan DPR bersama pemerintah tersebut. Sehingga belum ditandatangani sampai hari ini.
“Kalau tidak ditandatangani ini mungkin karena komunikasi Presiden yang kacau. Seharusnya Istana itu mempunyai struktur komunikasi yang benar,” ujar Fahri di gedung DPR RI,Senayan Jakarta, Senin (5/3/2018).
Fahri juga menyayangkan sikap Presiden yang malah mengundang para pakar hukum untuk meminta pendapat terkait hasil dari revisi UU MD3. Menurutnya, Presiden lebih baik meminta pendapat dari partai pendukung pemerintah atau dari pimpinan DPR.
“Presiden dari pada dia mendengar pakar, lebih baik dia dengar partai-partai pendukungnya atau pimpinan DPR. Setahu saya kami ini ada dua surat konsultasi (soal UU MD3) ke Istana, tapi enggak dijawab,” kata dia.
Menurut Fahri, sampai saat ini belum ada surat dari F-PDIP terkait sosok yang akan menduduki kursi Wakil Ketua DPR yang baru, karena masih menunggu UU MD3 masuk dalam lembaran negara.
Rencananya, pelantikan pimpinan DPR yang baru menunggu 30 hari sejak pengesahan UU MD3 di paripurna DPR yaitu sekitar tanggal 15 Maret 2018.
“Belum, nanti enggak enak kalau kita sebut nanti malah PDIP punya perhitungan sendiri jadi belum ada,”kata dia.
“Saya kira kalau sudah ada nomor UU dari presiden ya kan dari setneg masuk kelembar negara di Kumham dan dikirim nanti ke DPR. Nah dengan dasar UU itu kita udah bisa melantik,” jelasnya.(faz/ipg)