Mahfud MD pakar hukum tata negara memahami kekecewaan masyarakat dengan peraturan KPU yang memperbolehkan calon kepala daerah terkena OTT KPK ikut Pilkada.
Suka tidak suka peraturan itu harus diterima. Bukan hanya menyangkut persoalan HAM dan kepastian hukum tapi dalam hukum itu ada fiksi atau anggapan masyarakat, jangan-jangan orang menjadi tersangka itu tidak bersalah.
Sebab itu selama keputusan peradilan terhadap seseorang, belum mempunyai kekuatan hukum tetap, hak-haknya harus dihormati termasuk ikut Pilkada.
Dengan dalih itu, peserta Pilkada yang sudah terdaftar di KPU tidak boleh mengundurkan diri atau digantikan orang lain kecuali berhalangan tetap.
Berhalangan tetap dalam petaturan KPU yang merujuk pada UU Pilkada, dimaknai meninggal dunia.
Daripada repot dan pilkadanya kacau karena tidak ada calon lain, maka dibuatlah peraturan semacam itu.
Kalau terpilih dan yang bersangkutan terbukti bersalah, setelah dilantik langsung diberhentikan.
Masyarakat pemilih juga harus menggunakan akal sehatnya. Jangan memilih calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
Meskipun menang memang tidak bisa menjabat karena setelah proses hukum dan terbukti bersalah, statusnya akan menjadi terpidana.
“Sebab itu masyarakat jangan pilih calon kepala daerah berstatus tersangka,” pesan mantan Ketua MK di Jakarta, Jumat (9/3/2018).
Di Pilkada serentak 2018 terdapat lima bakal calon kepala daerah yang berstatus tersangka karena terkena OTT KPK ketika mencari tambahan logistik untuk kampanye. (jos/dwi)