Menghadapi Pilkada 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah siap menerapkan instrumen untuk menyelesaikan sengketa yaitu Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK).
MK punya tanggung jawab besar untuk menyelesaikan perkara sengketa Pilkada yang diajukan pasangan calon kepala daerah.
“Kami siap menerapkan PMK Nomor 5 sampai 8 Tahun 2017 yang merupakan dasar hukum penyelesaian perkara di Mahkamah Konstitusi,” kata Ketua MK Arif Hidayat, usai melaporkan persiapan penanganan sengketa Pilkada 2018 kepada Joko Widodo Presiden, Selasa (13/3/2018), di Istana Negara, Jakarta.
Instrumen MK itu telah disosialisasikan kepada sejumlah pihak, antara lain Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Selain itu, MK pun sudah mulai melakukan sosialisasi kepada kuasa hukum calon kepala daerah supaya mereka tahu tata cara beracara di MK.
“Pilkada adalah proses pengisian jabatan lima tahunan. Dalam negara demokrasi, itu adalah proses alamiah. Jadi, menurut saya ini bukan tahun politik, tapi proses mencari kepala daerah yang amanah, memikirkan dan menyejahterakan rakyat daerahnya,” imbuhnya.
Arif Hidayat menambahkan, dari sisi sistem, MK juga membangun kerja sama dengan institusi lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar penyelesaian sengketa Pilkada berlangsung dengan baik.
MK secara terbuka meminta KPK dan media massa mengawal proses penanganan perkara sengketa Pilkada sampai tuntas.
Sekadar diketahui, tahun ini ada 171 daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak. Daerah itu terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.
Beberapa provinsi di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan tanggal pencoblosan Pilkada secara serentak, yakni pada 27 Juni 2018 mendatang. (rid/tna/rst)