Lalu Muhammad Iqbal Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian luar Negeri RI mengatakan, Agus Maftuh Abegebriel Dubes RI di Riyadh bertemu dengan Adil Al Jubair Menlu Arab Saudi hari ini.
Kata Iqbal, pertemuan tersebut menindaklanjuti nota protes Indonesia atas hukuman pancung terhadap Zaini Misrin bin Muhammad Arsyad yang dilakukan tanpa memberitahukan pemerintah Indonesia.
Untuk itu, kata Iqbal, hasilnya akan diketahui setelah pertemuan keduanya terkait hukuman mati terhadap Misrin.
“Hari ini Duta Besar kita di Riyadh akan ke Kementerian luar negeri mereka. Jadi kemarin kita mengirimkan surat ke Menlu Saudi, dan hari ini ketemu dengan Menlu Saudi. Kita lihat nanti,” ujar Iqbal usai Rapat dengan Tim Pengawas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/3/2018).
Iqbal meyakini kalau Arab Saudi akan merespon nota protes pemerintah Indonesia karena dua kali surat Jokowi Presiden sebelumnya yang dikirim ke raja Arab selalu dibalas.
“Saya punya keyakinan bahwa mereka akan selalu memberikan respon yang baik. Kalau kita lihat, dua kali presiden mengirim surat kepada Raja (Arab), mereka kan langsung merespon secara positif. Saya kira mereka akan berikan respon,” jelas Iqbal.
Dia mengaku belum tahu respon tersebut akan seperti apa, tetapi ketika surat Presiden awal 2017 lalu, langsung direspon dengan penundaan enam bulan. Kemudian Presiden mengirim lagi pada bulan September, juga direspon dengan penundaan dua bulan. Bahkan sudah dipersilahkan untuk mengajukan peninjauan Kembali (PK)
“Pemerintah menyayangkan eksekusi itu dilakukan pada saat proses PK kedua baru dimulai. Jadi belum ada kesimpulan resmi terhadap PK kedua itu,” tegasnya.
Sekadar diketahui, Zaini Misrin bin Muhammad Arsyad TKI asal Bangkalan Madura ini, pertama kali berangkat ke Arab Saudi pada 1992 untuk bekerja menjadi sopir pribadi. Dia kembali ke Indonesia dan pada 1996 berangkat lagi untuk bekerja kepada majikan sama sebagai sopir pribadi, sampai terjadi peristiwa pembunuhan terhadap majikannya pada 13 Juli 2004.
Di hari itu pula, Zaini ditangkap Kepolisian Makkah atas laporan anak kandung korban. Dia dituduh membunuh majikannya bernama Abdullah bin Umar.
Pada November 2008, Mahkamah Umum Makkah memvonis Zaini dengan hukuman mati. Setelah menerima putusan ini, pengacara Zaini mengajukan banding dan dilanjutkan dengan kasasi. Namun pengadilan banding dan kasasi menguatkan vonis mati atas Zaini itu.
Iqbal menegaskan sejak kasus ini muncul pada 2004, pemerintah sudah melakukan hampir semua upaya untuk membebaskan Zaini. Tim perlindungan warga Indonesia di KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh sudah 40 kali menengok Zaini di penjara.
Sejak 2011, pemerintah sudah menunjuk dua pengacara untuk mendampingi Zaini. Pengacara pertama disewa selama 2011-2016 dan pengacara kedua masih bertugas hingga Zaini dieksekusi.
Pemerintah juga sudah tiga kali memfasilitasi keluarga untuk menemui ahli waris majikan, yakni satu kali di era Susilo Bambang Yudhoyono Presiden dan dua kali saat Joko Widodo presiden berkuasa. Namun hingga detik terakhir menjelang eksekusi, ahli waris menolak memberi maaf kepada Zaini.
Sejak Zaini ditangkap, KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh sudah mengirim 42 nota diplomatik. Duta besar Indonesia di Riyadh juga menyurati tokoh-tokoh masyarakat dan pejabat tinggi Saudi dalam upaya membebaskan Zaini dari hukuman mati.
Susilo Bambang Yudhoyono satu kali menyurati Raja Abdullah bin Abdul Aziz dan Joko Widodo dua kali menyurati Raja Salman bin Abdul Aziz. Keduanya meminta supaya Zaini dibebaskan dari hukuman pancung.(faz/iss)